BatamNow.com – Akhir-akhir ini orang duyun meregistrasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) handphone baru di pos petugas Bea dan Cukai (BC) di pelabuhan internasional kedatangan di Batam.
Mereka penumpang feri dari Singapura yang baru tiba di Batam dengan barang bawaan handphone, komputer genggam dan tablet (HKT).
Ramai sorotan media dan publik karena antrean registrasi tetiba membeludak di pelabuhan.
Kondisi panjangnya antrean di Pelabuhan Harbour Bay dan Pelabuhan Batam Center, utamanya, saat kedatangan feri trip sore dari Singapura. Ada apa?
“Sebelumnya tak banyak penumpang feri yang meregistrasi IMEI handphone bawaan dari Singapura ” kata petugas keamanan di dua pelabuhan itu.
Penelusuran tim wartawan BatamNow.com di Singapura dan Batam dalam minggu ini, dominan yang meregistrasi IMEI orang-orang suruhan jaringan para pedagang handphone pasar gelap (black market) di Batam maupun di Singapura.
Para suruhan itu dijuluki tekong atau joki handphone.
Skenario ini disebut dikendalikan bos dagang black market (BM). Mereka lazim disebut mafia.
Kembali ke soal joki. Mereka diarahkan koordinator jaringan mafia handphone Batam-Singapura-Batam, setiap hari.
Setiap joki dibayar imbalan jasa sekitar Rp 350-400 ribu plus uang tiket Batam-Singapura-Batam sebesar Rp 740 ribu, per satu trip.
Beberapa joki, baik di Singapura maupun di Batam, kepada BatamNow.com membenarkan mereka dikasih imbalan meregistrasi IMEI handphone itu. “Kami kan dibayar daripada tak ada kerjaan lumayan sambil jalan Batam-Singapura-Batam dapat duit,” kata Endah (nama yang disamarkan).
Beberapa rombongan tur di Harbour Front, Singapura yang hendak pulang ke Batam juga membenarkan dia ditawari membawa handphone 2 unit dan boarding passnya dan identitasnya dipakai koordinator di Singapura untuk meregistrasi handphone bawaannya di Batam.
Seorang joki dibatasi dengan 2 unit handphone sebagai barang bawaan dari luar negeri (LN).
Ini mengacu pada Permendag 25 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, setiap penumpang memiliki batas pembawaan handphone dari luar negeri sebanyak 2 unit. Dan Ditjen BC mengawasi di setiap pelabuhan.
Dan para koordinator jaringan mafia hafal betul ketentuan itu.
Para joki ada sengaja direkrut ramai-ramai dari Batam. Ada juga joki dadakan dari Singapura, yakni para penumpang feri yang hendak kembali ke Batam.
Adapun bagian dari modus operandi mereka, sebelum diseberangkan ke Batam, setiap unit handphone didaftar terlebih dulu secara online lewat aplikasi IMEI registrasi Ditjen Bea dan Cukai dengan mengetik identitas dan boarding pass dan data paspor para penumpang termasuk data-data handphone.
Pendaftaran online itu akan menghasilkan Quick Response Code (QR Code).
Hasil dari pendaftaran inilah yang ditunjukkan para joki ke petugas pos BC di pelabuhan sebagai bukti seolah-olah unit handphone dibeli dari Singapura. Proses itu semua tak lepas dari arahan koordinator jaringan mafia.
“Skenario licik ini modus para mafia untuk melegalkan unit-unit handphone eks impor gelap yang menumpuk di gudangnya di Batam yang belum teregistrasi IMEI-nya di Kemenperin,” ujar sumber kepada BatamNow.com di Singapura.
Ia katakan sejumlah unit handphone masuk secara gelap ke Batam dan belum teregistrasi IMEI-nya.
“Jika belum teregistrasi tak mungkin laku dijual oleh para pedagang karena tak terkoneksi dengan jaringan seluler, sehingga belum bisa maksimal difungsikan,“ ujar sumber.
Parahnya, kata dia, kelak pasca registrasi IMEI, sebagian besar dari tumpukan handphone diduga akan diseludupkan lagi ke daerah pabean lain di Indonesia.
Mafia Kejar Target Registrasi IMEI 2 Juta Handphone BM
Sumber mengatakan, kini para mafia HKT di Batam dan di Singapura seperti kejar target “melegalkan” barang pasar gelap (black market) miliknya yang teronggok di Batam.
“Ada sekitar 2 juta unit perangkat komunikasi berupa handphone yang akan dilegalkan para pedagang pasar gelap lewat registrasi IMEI,” kata sumber terpercaya yang tak mau ditulis namanya.
Baik merek dan tipe handphone yang diregistrasi lewat joki, yakni rerata iPhone 11 Pro Max dan iPhone XR.
Sebagian stok perangkat HKT itu teronggok di Batam dan sebagian lagi di tangan mafia di Singapura yang juga tetap dimasukkan ke Batam dengan menggunakan jasa para joki.
Hal lain dari penelusuran wartawan media ini, sejumlah unit handphone itu disebut didatangkan dari pabrik iPhone di Negeri Tirai Bambu.
Ada yang menyebut HKT tersebut sebagai limpahan barang reject dari pabrik iPhone di Cina.
Pabrik iPhone di China, ujarnya, melakukan cuci gudang. Ini disebut dipicu isu geopolitik Cina-Amerika yang memanas belakangan. “Pabrik iPhone milik Amerika di Cina, wanti-wanti lah,” sebut sumber.
Apalagi untuk produk iPhone, rerata warga Tiongkok, katanya, tak menggandrunginya. Belum lagi nasionalisme warga Cina yang terkenal kental dengan produk negaranya sehingga pabrik iPhone sulit membuang handphone eks cuci gudang di pasar Negeri Tirai Bambu itu.
Menurut sumber itu lagi, cuci gudang hal yang lazim dilakukan terhadap perangkat handphone produk lama yang stoknya masih menumpuk.
“Kan tipe iPhone 15 sudah mau keluar dan akan masuk pasar, jadi yang tipe 11 mungkin masih menumpuk di gudang pabrik iPhone di Cina sehingga besar kemungkinan diobral ke luar,” kata seorang pedagang handphone di Sim Lim Tower, Singapura kepada wartawan media ini.
Ini disebut alasannya mengapa mereka seperti kejar setoran lalu merekrut para joki dan joki dadakan.
Dia juga mendengar harga handphone limpahan dari cuci gudang ini diobral oleh para agen di sana.
Diperkirakan harga per unit iPhone 11 Pro Max cuci gudang dari Cina sekitar SGD 150. Kalau dirupiahkan sekitar Rp 1,67 juta dengan kurs Rp 11.150 per dolar.
Sedangkan kelompok mafia dari Batam disebut membelinya seharga SGD 250 per unit dari mafia pasar gelap di Singapura yang memasok perangkat komunikasi itu dari Cina.
Sementara harga dari jaringan mafia di Singapura sekitar Rp 3 jutaan plus biaya operasi joki yang Rp 400 ribu per unit.
Dari penjajakan wartawan media ini di beberapa gerai HKT di Batam, harga jual satu unit handphone iPhone 11 Pro Max dan iPhone XR di pasar Batam mencapai Rp 9 jutaan lengkap dengan IMEI terdaftar.
Modus perjokian ini hanya memanfaatkan boarding pass penumpang seolah-olah unit handphone itu sebagai barang bawaan yang baru dibeli dari Singapura dan kemudian diregistrasi IMEI-nya di Batam.
Bagi warga yang ber-KTP Batam mendapat pembebasan bea masuk dan pajak impor atas setiap barang bawaan dari Singapura atau negara lainnya.
Ihwal status Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Pedagang gelap menangguk cuan miliaran rupiah setelah handphone dagangan gelapnya berhasil diregistrasi IMEI dengan berbagai modus.
Modus yang juga skenario licik menghindari bea masuk dan pajak impor sebesar 30 – 40 persen, jika unit-unit handphone yang diperkirakan berjumlah 2 juta itu, kelak, diseludupkan ke daerah pabean Indonesia lainnya.
Heboh registrasi IMEI di Batam karena semakin hari makin membeludak.
Usai Registrasi IMEI, HP Diseludupkan ke Luar Batam
Ketua DPP LI-Tipikor Kepri Panahatan SH pun angkat bicara. “Ini sudah tak benar, kami mendesak aparat penegak hukum mengusut dan menangkap para mafia di balik registrasi IMEI handphone yang keluar dari sarang gelap,” ujarnya.
Diingatkan Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Kepri ini karena negara berpotensi dirugikan dari sektor bea masuk dan pajak impor sebab kemungkinan tumpukan handphone akan diseludupkan dari Batam pasca registrasi IMEI.
“Dengan jumlah 2 juta unit handphone yang akan diregistrasi IMEI-nya dengan berbagai modus, tak mungkin dipasarkan di Batam saja,” ujarnya. (tim)
Di kawasan mana di Batam teronggok unit-unit handphone itu dan siapa siapa yang diduga para mafia di pusaran pasar gelap ini?
Kelompok mafia mana yang hanya menggunakan boarding pass joki tanpa membawa handphone dari Batam-Singapura-Batam?
Bagaimana dugaan benang merah antara jaringan mafia dengan oknum? Ikuti terus hasil investigasi tim media ini.