BatamNow.com – Ini kabar baik dan terbaru bagi warga Pulau Belakang Padang, Kecamatan Belakang Padang.
Kabar baik karena wilayah pulau dan kecamatan yang dijuluki Pulau Penawar Rindu itu masuk dalam Rencana Induk pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Sejak Batam dikembangkan menjadi kawasan ekonomi nasional tahun 1980-an, wilayah Kecamatan Belakang Padang terisolir dari kebijakan pemerintah khusus dalam berbagai insentif pajak dan bea masuk barang, misalnya.
Padahal Belakang Padang berpenduduk 20 ribu jiwa lebih itu, satu dari 12 kecamatan yang ada di Kota Batam. Sedangkan 11 Kecamatan sudah sejak lama menikmati kebijakan pemerintah efek dari kawasan Free Trade Zone (FTZ).
Namun, kini, warga pulau seluas 68,11 Km2 yang “sepelemparan batu”’dari Pulau Batam itu akan sama haknya dengan warga Batam dalam konteks kebijakan KPBPB atau Free Trade Zone (FTZ) setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpers) Nomor 1 Tahun 2024, yang diundangkan 2 Januari lalu.
Perpres itu mengatur tentang Rencana Induk Pengembangan (RIP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Bintan dan Karimun (BBK).
Perpres itu juga mengatur pengintegrasian KPBPB Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagaimana termaktub dalam PP 41 Tahun 2024.
Pengintegrasian untuk mengakselerasi perkembangan pertumbuhan kawasan ekonomi di sini.
Dalam Perpres sebagaimana pada poin Ruang Lingkup dan Dimensi waktu Perencanaan diatur pengembangan KPBPB BBK di Kota Batam mencakup 12 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Batam Kota, Kecamatan Nongsa, Kecamatan Bengkong, Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Sekupang, Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Bulang, Kecamatan Sagulung, Kecamatan Galang, Kecamatan Lubuk Baja, Kecamatan Sungai Beduk, dan Kecamatan Batu Aji.
Dari 12 Kecamatan tersebut, hanya Kecamatan Belakang Padang yang tak masuk Kawasan PBPB (FTZ).
Lalu mulai kapan pemberlakuan atau penerapan regulasi FTZ BBK di wilayah Kecamatan Belakang Padang?
Penjelasan konkret dari Dewan Kawasan PBPB, di sini sangatlah diperlukan.
Sebab masyarakat daerah Kepri umumnya, dan Kota Batam, Bintan dan Tanjungpinang dan Kabupaten Karimun, sangat menunggu kejelasan kebijakan baru ini.
Kini selain Kota Batam, semua wilayah Kabupaten Bintan dengan 10 Kecamatan, Kota Tanjungpinang dengan 4 Kecamatan dan Kabupaten Karimun dengan 12 Kecamatan akan masuk Kawasan PBPB (FTZ) BBK.
Sesmenko Perekonomian sebagai Sekretraris Dewan Kawasan BBK Susiwijono Moegiarso, yang dikonfirmasi BatamNow.com pada Jumat (10/05/2024) pagi, belum merespons beberapa poin pertanyaan lewat WhatsApp.
Tentang Pulau Belakang Padang
Kecamatan Belakang Padang terdiri dari 6 kelurahan yang mencakup sekitar 108 pulau. Data per 2014, ada 43 pulau berpenghuni dan 65 lagi tidak ditempati.
Pada 1965, Belakang Padang menjadi ibukota Kecamatan Batam yang belum dimekarkan menjadi kota, dan masih masuk wilayah Kabupaten Kepulauan Riau. (Ahmad Dahlan PhD. Sejarah Melayu. Jakarta: PT Gramedia, 2014)
Pulau Belakang Padang berhadapan dengan Singapura dan posisinya berdekatan Selat Malaka si ‘Jalur Sutra’ yang sejak dulu menjadi penghubung perdagangan internasional dunia timur dan barat.
Warga Batam yang tinggal di Belakang Padang, kala itu, ekonominya relatif makmur. Semua komoditas dijual ke Singapura dan belum perlu paspor untuk berkunjung ke negara tetangga tersebut.
Namun kondisi itu berubah ketika konfrontasi Malaysia sebab pemerintah menetapknan Batam sebagai basis operasi Ganyang Malaysia, khususnya Korps Komando Operasi (KKO) yang kini bernama Marinir.
Belakang Padang menjadi kecamatan pada tahun 2005 lewat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tentang Pemekaran, Perubahan dan Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan dalam Daerah Kota Batam.
Meskipun termasuk wilayah Kota Batam, Belakang Padang tidak mendapatkan fasilitas FTZ.
Barang yang dikirim dari wilayah FTZ di Batam ke Belakang Padang dikenai pajak harus dilengkapi pemberitahuan pabean PPFTZ dengan kode 01.
PPFTZ-01 adalah Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean.
Diberitakan pada 2017, Bea dan Cukai (BC) Batam menangkap kapal pengangkut sembako dari Batam ke Pulau Belakang Padang.
“Aturan yang mengatakan seperti itu. Barang yang dibawa ke Belakangpadang dari Batam, harus membayar pajak. Karena di sana bukan wilayah FTZ,” ungkap Kepala Kantor Pelayanan Utama (KPU) BC Tipe B Batam, Nugroho Wahyu Widodo, Jumat (10/2/2017), dikutip batamtoday.com.
Efek penangkapan tersebut, stok sembako Belakang Padang sempat menjadi cekak. Pasalnya, para pemilik speedboat pengangkut barang belum berani beroperasi ke “Pulau Penawar Rindu” itu.
Pada 2019, Kepala Bimbingan Kepatutan dan Layanan Informasi (BKLI) BC Batam, Sumarna menjelaskan bahwa pengiriman barang dari Batam ke Pulau Sambu atau Belakangpadang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapat izin dari BP Batam.
“Wajib mengajukan dokumen PP FTZ 01 yang bisa dilakukan online ataupun manual, membayar pajak di billing BC Batam dan mengikuti alur proses sesuai ketentuan,” ujarnya, dikutip BatamPos, Jumat (15/02/2019). (red)