BatamNow.com – Memanasnya situasi di Rempang lantaran disatroni oknum yang diduga suruhan BP Batam untuk memasang patok tanah warga, mendapat perhatian dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Kabarnya, ada dua mobil merangsek masuk dan mau memasang patok untuk keperluan pengukuran tanah di Kampung Sembulang Hulu, Senin (8/7/2024) lalu. Warga langsung bertindak dan mengusir oknum-oknum tersebut.
“Tidak bisa semena-mena mematok dan melakukan pengukuran tanah. Semua ada aturannya. Kembali ke soal aturan yang berlaku terkait penerbitan hak pengelolaan lahan yang diterbitkan oleh BPN setempat, di mana didahului dengan penentuan tata batas. Itu harus dilakukan oleh BPN, bukan pihak-pihak lain apalagi orang suruhan yang masuk tanpa izin dari RT/RW setempat. Warga saja kalau warga mengusir oknum-oknum tersebut,” kata Prabianto Mukti Wibowo, Komisioner Mediasi Komnas HAM, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (11/07/2024).
Demikian juga warga setempat harus dilibatkan, selain Panitia Penataan Batas dari aparatur setempat yang berwenang. Jadi, tidak bisa sewenang-wenang dilakukan. Itu pun harus didahului dengan sosialisasi.
Prabianto menegaskan, sepanjang belum ada surat hak pengelolaan lahan (HPL) dari Kementerian ATR/BPN, maka lahan di Rempang belum bisa digunakan. Artinya, alas hak tanah di Rempang belum jelas dan tidak bisa dimanfaatkan.
“Dari awal, Komnas HAM sudah menegaskan, pun kepada BP Batam sebelum melakukan kegiatan di lapangan bahwa status kepemilikan lahan di Rempang harus jelas. Itu ditandai dengan pemberian alas hak. Harus ada surat resmi dari Kementerian ATR/BPN,” tegasnya.
Demikian juga soal pemindahan warga, lanjutnya, tidak bisa begitu saja tanpa jelas mau dipindah ke mana dan apakah sarana dan prasarananya sudah jadi atau belum.
“Kami sudah sampaikan, sebelum pemindahan harusnya dipenuhi dulu hak-hak warga. Dengan kata lain ada kesepakatan dulu antara BP Batam, Pemkot, dengan warga Rempang. Merelokasi pun tidak boleh sewenang-wenang. Harus dipastikan tempat baru dengan segala sarana dan prasarana pendukungnya. Karena yang dipindah itu manusia, maka kita harus juga perhatikan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, seperti mata pencaharian mereka dan jaminan hidup di tempat yang baru dan lainnya,” tukas Prabianto.
Bisa Stagnan
Pilkada Serentak melahirkan kekhawatiran sebagian pihak bahwa proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City akan stagnan, sementara puluhan warga sudah direlokasi.
“Ya itulah betapa pentingnya perencanaan dari awal yang baik dan terukur serta mampu menghitung waktu secara matang. Jangan PSN Rempang Eco-City hanya jadi bentuk upaya sewenang-wenang pemerintah untuk menggusur masyarakat Rempang,” tandasnya.
Apa yang terjadi di Rempang, sambungnya, merupakan dampak dari perencanaan yang kurang matang. “Kalau Pemerintah Pusat mau benar-benar membangun Rempang, maka semua hal harus dipersiapkan secara matang, tidak setengah-setengah. Karena perencanaan kurang baik, ya terjadilah seperti sekarang ini,” cetusnya.
Komnas HAM meminta BP Batam dan Pemkot Batam untuk tidak memaksa merelokasi warga Rempang di masa jelang Pilkada Serentak ini. “Jangan sampai hanya karena mengejar investasi, hak-hak politik warga Rempang jadi diabaikan,” seru Prabianto mengingatkan. (R)