Batam di Persimpangan PP 25/2025: Antara Efisiensi Izin dan Kekuasaan Superbody - BatamNow.com Verifikasi
BatamNow.com
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional
No Result
View All Result
BatamNow.com

Batam di Persimpangan PP 25/2025: Antara Efisiensi Izin dan Kekuasaan Superbody

12/Okt/2025 14:49
Mengisi Jabatan Syahril Japarin

Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam di Batam Center. (F: BatamNow)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke Facebook

BatamNow.com – Pada 3 Juni 2025 Presiden Prabowo meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomot 25 Tahun 25 tentang perubahan PP Nomor 41 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).

Adapun pertimbangan perubahan tersebut, bahwa dalam rangka efektivitas dan pemberian kepastian hukum penerbitan perizinan berusaha di KPBPB.

Di dalam perubahan tersebut, terdapat 8 pokok izin usaha yang dapat diterbitkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Salah satu poin inti dari PP ini adalah pelimpahan sebagian kewenangan perizinan berusaha, termasuk persetujuan lingkungan dan izin teknis, ke BP Batam, khususnya di dalam KPBPB.

Forum Masyarakat Sebut PP 25/2025 Akan Tumpang Tindih

Ketua Forum Masyarakat Peduli Batam Maju (MPBM), Osman Hasyim menyoroti PP No 25/2025 yang menurutnya kebijakan ini berpotensi membawa Batam ke masa lalu, masa kekuasaan yang berpusat di tangan otoriter.

Kata pria yang kerap disapa Osman itu, jika ingin memajukan Kota Batam, maka kebijakan pemerintahannya harus berdasarkan Undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2000.

Yang berbunyi, pada Bab IV Tugas dan Wewenang, pada Pasal 8 ayat (3) “dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan KPBPB, BP Batam mempunyai wewenang untuk membuat ketentuan-ketentuan sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu ini serta Perundang-undangan lain yang berlaku”.

“Kalau mau memajukan Kota Batam, ya harus berdasarkan UU atau Perppu No 1/2000. Pelimpahan kewenangan bukan ‘merampas’ kewenangan, jadi menteri melimpahkan kepada BP Batam untuk dilaksanakan tapi tanggung jawabnya ke BP Batam,” kata Osman kepada BatamNow.com, di Sukajadi, Sabtu (11/10/2025) malam.

“Sehingga tidak keluar daripada tanggung jawabnya, tidak boleh merampas kewenangan lembaga lain tidak boleh,” sambungnya.

Menurutnya, jika tumpang tindih ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan permasalahan dalam tata pelaksanaan pemerintahan di Batam.

“Kenapa di Perppu No. 1/2000 itu dibunyikan seperti itu, karena negara tidak memberikan ruang terjadinya tumpang tindih, sehingga BP Batam hanya boleh melaksanakan apabila dilimpahkan,” ungkap Osman.

Kata Osman lagi, kalau untuk mempercepat atau lebih efisien, maka seharusnya BP Batam meminta kewenangan dari kementerian.

Dan memperhatikan isi Perppu pada Bab VI tentang perizinan pada Pasal 10 yang berbunyi, “untuk memperlancar kegiatan KPBPB, BP Batam diberi wewenang mengeluarkan izin-izin usaha dan izin usaha lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di KPBPB melalui pelimpahan wewenang sesuai dengan dengan Perundang-undangan yang berlaku”.

Ia menegaskan bahwa sistem perizinan harus dijalankan dengan prinsip koordinatif dan transparan, bukan terpusat di satu lembaga.

Menurut Osman, jika seluruh izin dan perizinan diambil alih BP Batam, maka fungsi kementerian dan lembaga di daerah menjadi tidak relevan.

“Tidak boleh ‘merampas’, sehingga ada dua kewenangan, ini yang bahaya. Tak dijalankan salah, dijalankan tumpang tindih. Artinya perundang lainnya itu harus ditaati, BP hanya boleh membuat ketentuan bukan perundang” ujar Osman.

“Kalau semua kewenangan diambil, lalu untuk apa lagi ada instansi vertikal seperti KSOP, BPI, atau kementerian terkait di Batam? Ini bisa menimbulkan keresahan dan menurunkan semangat koordinasi antarinstansi,” tegasnya

Selain itu ia juga mengkhawatirkan kondisi tata laksana pemerintahan, produk-produk perizinan BP Batam, yang dikeluarkan berdasarkan PP 25/2025 menjadi invalid.

“Invalid artinya tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” katanya.

Kemudian katanya, di dalam Perppu tersebut, ada hal penting lainnya, di mana BP Batam hanya dapat membuat suatu ketentuan selama itu berksesuaian dengan Perppu dan perundangan lainnya.

“Karena di sistem hierarki Undang-undang kita tidak mengenal yang namanya Peraturan Kepala (Perka). Hierarki perundang kita hanya yang paling bawah itu, peraturan wali kota atau peraturan bupati (Perbup) tak ada lagi selain itu. Jadi Perka bukan perundang hanya ketentuan saja itu pun selama bersesuaian,” ujarnya.

“Kalau semua kewenangan diambil, lalu untuk apa lagi ada instansi vertikal seperti KSOP, BPI, atau kementerian terkait di Batam? Ini bisa menimbulkan keresahan dan menurunkan semangat koordinasi antarinstansi,” tegasnya.

Menurut Osman apa yang dikhawatirkan mengenai dengan tumpang tindih ini sudah terbukti adanya, di mana 3 pengusaha pelabuhan dan pelayaran ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri).

Ia juga menilai bahwa jika PP 25 dijalankan tanpa pengawasan dan kejelasan batas kewenangan, akan menimbulkan tumpang tindih serta ketidakpastian hukum di sektor usaha dan maritim Batam.

“Dan tumpang tindih ini sudah terbukti di mana 3 anggota kami masuk penjara, akibat dualisme kebijakan,” jelasnya.

BP Batam Menjadi Lembaga “Superpower”

Osman mengingatkan bahwa struktur pemerintahan Indonesia menganut sistem republik, bukan federal, sehingga tidak boleh ada lembaga yang memiliki kewenangan absolut atau “superbody”.

Kondisi ini membuat BP Batam menjadi lembaga “superpower”, hal itu akan merusak prinsip negara republik dan sistem checks and balances.

“Dalam negara demokratis, tidak boleh ada lembaga yang superpower. Kalau BP Batam bertindak seperti itu, ini berbahaya bagi sistem pemerintahan. Kekuasaan tidak boleh terkonsentrasi di satu tangan,” ujarnya. (A)

Berita Sebelumnya

Heboh Limbah PT Esun, Azhari: Pernah Disidak DPRD Batam Tapi Kasus Lesap Tanpa Jejak

Berita Selanjutnya

Osman Hasyim Kritik Kebijakan Ex-Officio Ganda di Batam: Dua Kursi, Dua Fungsi, Satu Kekacauan?

Berita Selanjutnya
Tumpang Tindih Kewenangan di Laut Batam: Ketika Pengusaha Maritim Tak Tahu Harus Patuh ke Siapa?

Osman Hasyim Kritik Kebijakan Ex-Officio Ganda di Batam: Dua Kursi, Dua Fungsi, Satu Kekacauan?

guest
Recipe Rating




guest
Recipe Rating




0 Komentar
Tanggapan
Lihat semua komentar
iklan PLN
iklan AEC
BatamNow.com

© 2021-2024 BatamNow.com

  • Kode Etik Jurnalistik
  • Peraturan Dewan Pers
  • Redaksi
  • Kontak

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Pilihan Editor
  • Akal Sehat
  • Opini
  • Wawancara
  • Politik
  • Ekonomi
  • Internasional

© 2021-2024 BatamNow.com

0
0
Berikan komentar andax
()
x
| Reply