BatamNow.com – Heboh tentang dipindahkannya 21 awak kapal tanker MT Arman 114, ke Hotel Grand Sidney di Batam.
Kapal tanker berbendera Iran itu kini tengah dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri Batam karena diduga mencemari laut Indonesia.
Kapal tanker dengan bobot 156 ribu gross tonnage (GT) itu ditangkap Badan Keamanan Laut (Bakamla) Batam pada 7 Juli 2023 di perairan Kepulauan Natuna, Kepri.
Sudah hampir setahun seluruh kru kapal berbendera Iran itu “ngendap” di kapal sambil menunggu putusan persidangan yang terdakwanya hanya kapten kapal bernama Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba atau disingkat MMAMH.
Namun ke-21 kru kapal yang kini masih lego jangkar di perairan Batam, dipindahkan sejak Kamis (09/05/2024) ke hotel.
Pemindahan itulah yang memicu kehebohan khususnya di kalangan para penegak hukum yang menangani perkara itu.
Heboh karena Bakamla dituding tetiba memindahkan sejumlah kru kapal bermasalah itu tanpa pemberitahuan kepada pihak penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam dan Pengadilan Negeri (PN) Batam serta PT Gass selaku agen kapal dan pihak owner kapal.
Benarkah tudingan itu?
BatamNow.com mengkonfirmasi Pranata Humas Ahli Muda Bakamla RI di Jakarta, Kapten Yuhanes Antara, pada Sabtu (10/05/2024), soal tudingan pemindahan ke-21 awak kapal MT Arman 144 itu ke hotel.
“Pemberitaan bukan dari Bakamla RI untuk minta klarifikasi coba ke KLHK atau ke pengacaranya,” ujar Yuhanes Antara kepada BatamNow.com, sesaat dikonfirmasi lewat WhatsApp.
Kemudian wartawan media ini mengkonfirmasi Kepala Zona Bakamla Batam, Laksma Bakamla Rakhmawanto SE MSi (Han) dengan isi konfirmasi yang sama.
Rakhmawanto membenarkan penurunan dan pemindahan ke-21 awak kapala MT Arman 114.
“Pada Hari Kamis, 10 Mei 2024, 21 crew kapal MT Arman turun dari kapal. Penurunan dilakukan atas perintah kapten MAM, warga negara mesir,” kata Rakhmawanto kepada BatamNow.com, Sabtu (11/05/2024) malam.
Rakhmawanto pun menjelaskan terkait pemindahan ke 21 awak kapal MT Arman 114. Dari penuturannya, penurunan/ pemindahan awak kapal itu adalah hak penuh kapten kapal sesuai Undang-Undang Pelayaran/ internasional jadi bukan Bakamla.
Hingga saat ini Kapten Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba (MMAMH) masih berstatus sebagai terdakwa dan ke tahap penuntutan di PN Batam, meski statusnya tahanan kota.
Maksud di balik menurunkan 21 kru kapal MT Arman 114 dari atas kapal tersebut, MMAMH merecanakan untuk mempulangkan ke negara asalnya.

Melarang Kembali ke Negara Asal, Tindakan Melawan Hukum
Begini penjelasan utuh Kepala Bakamla Zona Batam tetang penurunan kru Kapal MT Arman 114 dan dipindahkan ke hotel:
“Bahwa ke-21 Crew kapal MT Arman sudah berada diatas kapal selama 1 tahun lebih, selama itu pula mereka tidak bisa bertemu dengan keluarga.
Karena sudah terlalu lama, emosional crew terganggu, sehingga dikhawatirkan akan berakibat fatal bagi barang bukti kasus limbah yang masih disidangkan di pengadilan negeri batam. Beberapa bulan lalu, salah satu crew meninggal karena sakit.
Hukum Internasional menegaskan bahwa kapten adalah penguasa dan pengendali atas kapal, termasuk penyusunan dan penurunan anak buah kapal (IMO Conventions, UU Pelayaran Indonesia, KUHD).
Sehingga secara hukum nahkoda berwenang untuk memerintahkan awak kapal untuk turun, dan kembali ke negara asal dan bertemu keluarga, atas dasar hukum dan kemanusiaan.
Bahwa penurunan awak kapal juga dilakukan karena Kapten “MMAMH”, merupakan pihak yang berwenang untuk melakukan perawatan barang bukti, berdasarkan surat perawatan barang bukti dari Penyidik KLHK.
Agar kapal tetap terawat dan tidak terganggu selama proses hukum, maka untuk menghindari tindakan anarkis dari crew yang secara emosional terganggu karena tidak bisa pulang.
Maka tindakan menurunkan awak kapal sangat diperlukan. Kapten tidak mau kapalnya dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Bahwa penurunan ABK (anak buah kapal) adalah inisiatif dan kewenangan penuh oleh Kapten Kapal MT Arman, sekaligus Kapten Kapal MT Arman adalah selaku pemegang kuasa penuh terhadap keselamatan kapal beserta isinya.
Dan mengingat kapal ada di wilayah kelautan Kepulauan Batam, maka Kapten meminta secara resmi bantuan Bakamla Batam untuk mengawal penurunan ABK oleh Kapten Kapal.
Bahwa persiapan pemulangan awak kapal dilakukan karena saat ini agenda persidangan sudah masuk pada tahap Penuntutan.
Artinya secara hukum seluruh crew sudah tidak diperlukan dalam pembuktian, sehingga bisa secara hukum BERHAK UNTUK TURUN DAN KEMBALI KE NEGARA ASAL.
Siapapun yang melarang mereka kembali ke negara asal adalah tindakan melawan hukum karena merampas hak asasi manusia para crew yang dijamin deklarasi HAM PBB.
Kapten melalui agen telah bersurat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melakukan tindakan lanjutan proses pemulangan, mengingat para awak kapal kembali melalui pintu Imigrasi Indonesia.
Kapten MMAMH menyatakan proses turunnya awak kapal dilakukan semata-mata untuk menjaga agar barang bukti tidak rusak, dan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia para crew kembali kepada keluarga.
Bahwa selain itu, keberadaan awak kapal di Indonesia tanpa alasan yang jelas (tidak ditahan dan tidak diperlukan lagi dalam pembuktian) akan menimbulkan masalah baru keimigrasian.
Oleh karena itu tindakan memulangkan awak kapal diperlukan dan diharuskan secara hukum. ABK yang diturunkan merasa bahagia dan senang mengingat mereka sudah hampir 1 tahun di dalam kapal dan ingin segera pulang ke Negara asalnya.
Permasalahan saat ini adalah ketika KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup) menyerahkan berkas kepada Jaksa (P21) paspor dan dokumen ABK ikut diserahkan kepada Jaksa.
Kapten Kapal ingin memulangkan Crew ke negaranya akan tetapi KLHK tidak mau mengembalikan dokumen ABK walaupun sudah berulang kali diminta oleh Kapten Kapal MT Arman.”
MT Arman 114 Ditangkap Bakamla di Perairan Laut Natuna Utara
Menukuli laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), penangkapan MT Arman 114 terjadi padaJumat, 7 Juli 2023.
Penangkapan itu dilakukan tim patroli Bakamla dengan Kapal KN Marore 322 milik Bakamla RI yang dipimpin Yuli Eko Prihartono selaku Komandan Kapal di sektor di perairan Laut Natuna Utara.
Awalnya, patroli pengawas kiri melaporkan terlihat kontak 2 (dua) kapal asing yang saling menempel pada posisi merah.
Kemudian juru radar melaporkan bahwa kontak tersebut merupakan kontak diam tanpa AIS (Automatic Identification System) di baringan.
Tepatnya 1 Nano meter (Nm) di dalam landas kontinen Indonesia, diduga ada kapal yang sedang melakukan pemindahan muatan/ ship to ship transhipment.
Kemudian kapal patroli Yuli Eko Prihartono mencoba mendekati kedua kapal tersebut.
Berdasarkan identifikasi visual terdapat 2 (dua) kapal tanker yang sedang melaksanakan ship to ship transhipment dengan nama Lambung Kapal MT Arman 114 berbendera Iran IMO 9116912 dan MT S TINOS berbendera Kribi (IMO dihapus) dan terdapat selang yang menghubungkan antara kedua kapal tersebut.
Kapal patroli itu bergerak terus sambil memutari kedua kapal asing sambil menempel sebanyak dua kali kelambung kapal tanker itu.
Namun dari kedua kapal tersebut tidak ada yang merespons.
Kemudian tim patroli melihat ada tumpahan diduga limbah dibagian belakang Kapal MT Arman 114 yang sudah mengubah air laut menjadi warna hitam dan berpelangi, pada saat tim Kapal RHIB (Rigid Hull Inflatable Boat) mengambil sampel air laut yang terlihat berwarna pelangi dan minyak di dua titik yaitu di buritan kedua kapal dengan kondisi kapal-kapal tersebut sedang bermanuver dan melakukan olah gerak.
Ketika Kapal MT Arman 114 dan MT S Tinos mulai bergerak dan memisahkan diri maka kapal KN Marore 322 milik Bakamla RI tetap mengikuti dan menempel Kapal MT Arman 114 sedangkan Kapal MT S Tinor bergerak ke arah yang berbeda.
Bahwa terdakwa MMAMH selaku nakhoda kapal MT Arman 114 pada saat itu hendak melakukan ship to ship transhipment berupa minyak mentah (Crude Oil) ke Kapal MT S Tinos berbendera Kribi.
Saat itu kedua kapal berbendera dengan sengaja mematikan AIS (Automatic Identification System) agar tidak terbaca di radar dan mematikan Radio VHF.
Disebutkan saat melakukan ship to ship (transhipment) terjadilah tumpahan sludge oil dan kondisi laut sekitar buritan kapal MT Arman 114 berwarna pelangi dan coklat.
Berdasarkan hasil pantauan drone Bakamla terlihat adanya pembuangan cairan dari buritan lambung kiri kapal MT Arman 114.
Namun terdakwa MMAMH sebagai kapten Kapal MT Arman 114 tidak mengindahkan peringatan dari Bakamla dan mencoba menggerakkan kapal untuk menghindar dari TKP menuju perairan Malaysia sehingga Bakamla RI meminta bantuan Coast Guard Malaysia untuk menghentikan kapal tersebut.
Dengan menggunakan helikopter, petugas Coast Guard Malaysia masuk ke atas Kapal MT Arman 114 dan menghentikan laju kapal.
Atas kerja sama Coast Guard Malaysia dengan Bakamla, MMAMH dan awak kapal diamankan.
Kasus itu disidik Bakamla Batam dan kru kapal dan kaptennya diserahkan ke Penyidik KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) di Batam untuk selanjutnya diproses sesuai hukum yang berlaku.
Dari hasil penyelidikan disebut akibat perbuatan terdakwa MMAMH, air laut perairan Natuna (Indonesia) telah tercemar dan melampui baku mutu air laut.
Hal itu sesuai dengan hasil uji laboratorium atas sampel air laut pada Laporan Nomor 01/LAP/DPMP/VII/2023, tanggal 25 Juli 2023 dari Balai Besar Pengujian Minyak Dan Gas Bumi Lemigas, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. yang di sahkan oleh Muh Kurniawan, Ph.D (Ketua Tim Kelompok Analitik).
Kemudian di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa MMAMH melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 98 Ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. (Aman)