BatamNow.com – Bergulir sejak sekitar awal tahun 2022, hingga kini belum ada ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di SMKN 1 Batam.
Meskipun begitu, Kepala Seksi (Kasi) Intelijen (Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam Riki Saputra mengklaim tidak ada kendala dalam penanganan perkara tersebut.
“Perkara tersebut saat ini sudah sampai pada tahapan penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” kata Riki ke BatamNow.com, Jumat (19/08/2022).
Kejari Batam, kata Riki, masih menunggu hasil penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) itu. “Baru selanjutnya melakukan tahapan berikutnya,” tukasnya.
Riki menjelaskan, Kejari Batam berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Kepri sejak Juni 2022, atau sudah dua bulan berlalu.
Soal apakah akan ada ditetapkan tersangka setelah BPKP selesai menghitung kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di SMKN 1 Batam ini, Riki hanya menjawab, “Untuk menetapkan tersangka perlu adanya alat bukti yang cukup sesuai dengan KUHAP”.
Diberitakan, kasus dugaan korupsi di SMKN 1 Batam terkait penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan uang komite Tahun Anggaran 2018-2020.
Sejak Februari 2022, kasus tersebut naik status ke penyidikan dan diketahui sudah ada 10 saksi dipanggil sejak itu, mulai guru hingga kepala sekolah.
Dugaan korupsi di SMKN 1 Batam itu disebut dengan modus mark up terhadap realisasi penggunaan dana BOS dan uang komite sehingga menguntungkan pihak-pihak tertentu. Modus lainnya dengan meminta fee kepada rekanan pengadaan barang dan jasa.
Awalnya, dugaan korupsi di SMKN 1 Batam diperkirakan merugikan negara ratusan juta rupiah. Namun kemudian Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Batam Hendarsyah mengatakan ke media bahwa nilai kerugian negara sebenarnya lebih besar dari korupsi di SMAN 1 Batam yang diketahui mencapai Rp 830 juta.
Korupsi di SMAN 1 Batam juga dengan modus yang hampir sama dengan dugaan penyalahgunaan dana BOS di SMKN 1 Batam.
Kasus korupsi di SMAN 1 Batam sudah diputus Pengadilan Negeri Batam. Hakim memvonis kepala sekolah yakni Mohammad Chaidir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Chaidir dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara barang bukti uang Rp 830 juta yang disetorkannya ke kejaksaan sebagai uang pengganti atas kerugian negara, disita dan akan dikembalikan ke negara.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Chaidir melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)