BatamNow.com – Heboh masalah persediaan obat di RSUD Embung Fatimah, Batam, yang disebut menipis bahkan sempat nyaris kosong dalam masa tiga bulan terkahir.
Diberitakan media ini pada Kamis (28/11/2024), sampai kondisi November ini juga disebut sediaan obat itu belum stabil dan tak sedikit pasien yang mengeluhkan termasuk para tenaga medis.
Namun Direktur RSUD Embung Fatimah, Batam drg Raden Roro Sri Widjayanti Suryandari, membantahnya ketika diwawancarai di kantornya pada Kamis (28/11/2024).
Meski dalam narasi penjelasannya justru tak menafikan saat-saat menipisnya persediaan obat di RSUD itu.
Sebab Sri Widjayanti menjelaskan, “Kalau masalah ketersediaan obat, istilahnya semua rumah sakit mengalami lah, pasang surutnya ada, ada saatnya kurang dikit atau ada yang beberapa kurang itu juga terkait pesan, pengiriman barang”.
Dia tambakan lagi faktor terbesar pada kekurangan obat di rumah sakit itu dikarenakan adanya keterlambatan dalam pengiriman.
“Istilahnya kita pesan nggak semuanya langsung lancar, kalau kita tinggal di daerah Jakarta, mungkin lancar-lancar saja, di sini kan nggak ada pabrik obat juga kan. Kemudian vendor itu membagi-bagi, yang jelaskan sesuai anggaran kalau ngeluarkan barang,” ujarnya.
Menurut Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH, dari penjelasan Sri Widjayanti tak ubahnya mengakui adanya kendala persediaan atau stok obat di RSUD itu, meski ia bantah di awalnya.
“Penatausahaan penanganan sediaan obat di RSUD ini, tampak, kurang ditangani dengan baik oleh para direksinya,” ujar advokat muda ini.
Panahatan mengingatkan, “Rumah sakit pemerintah harus bisa menjamin pelayanan kesehatan termasuk ketersediaan obat. Melayani masyarakat tidak boleh alakadarnya”.
Pun demikian dalam laporan hasil pemeriksan (LHP) atas laporan keuangan Pemko Batam tahun 2023 yang dirilis tahun 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan satu rekomendasi, yang menyebut ketentuan dalam pelaksanaan pengelolan persediaan obat di RSUD belum sepenuhnya dipedomani.
Poin rekomendasi itu muncul disebab temuan BPK atas obat kedaluwarsa tahun 2017 sampai 2021, bernilai Rp 1,6 miliar lebih yang belum dimusnahkan.
Padahal sesuai ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan tentang standar kefarmasian di rumah sakit, salah satu kondisi yang mengharuskan farmasi obat kedaluwarsa harus dimusnahkan.
Mengapa sampai kurun waktu 5 tahun obat kedaluwarsa tak kunjung dimusnahkan?
Dalam LHP itu dijelaskan, Wakil Direktur RSUD dan Keuangan Embung Fatimah memberi alasan ke BPK, bahwa proses usulan penghapusan persediaan belum dibuat dan disampaikan kepada Wali Kota Batam sehingga SK pemusnahan belum dikeluarkan.
BPK menyebut kondisi itu tidak sesuai dengan Permenkes No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Permendagri No 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Ditekankan BPK lagi, keadaan tersebut bisa mengakibatkan risiko penyalahgunaan persediaan obat yang telah kedaluwarsa.
Dan juga tentang Direktur RSUD Embung Fatimah belum sepenuhnya memedomani ketentuan dalam pelaksanaan pengelolaan persediaan obat.
Sehingga BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Batam agar memerintahkan Direktur RSUD melakukan pemusnahan obat kedaluwarsa senilai Rp 1,6 miliar lebih itu.
Menurut Humas RSUD Embung Fatimah, Elin Sumarni bahwa “perintah” BPK itu sudah ditindaklanjuti.
“Pemusnahan sudah dilakukan dan dihadiri pejanat Aset BPKAD, Dinkes, dewas dan bagian aset RSUD,” katanya menjawab BatamNow.com lewat komunikasi WhatsApp pada Jumat (29/11/2024) pagi.
Namun ketika ditanya lagi kapan dan di mana pemusnahan itu dilakukan, Elin tampaknya tak mengingatnya.
“Saya lagi di kantor Pemko Batam,” katanya.
Memang jarak RSUD Embung Fatimah dengan kantor BP Batam sekitar 20 Km. (A/Red)