BatamNow.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kepri pada LHP atas keuangan Pemko Batam tahun 2023 yang dirilis tahun 2024 membongkar kelemahan mendasar tata kelola pajak daerah Pemko Batam yang tidak sesuai ketentuan sehingga membuat PAD dari pajak minim.
Hingga Kepala Bapenda Kota Batam Raja Azmansyah dalam satu keterangannya ke media, dirinya harus memutar otak untuk mencapai target pendapatan penerimaan pajak dan retribusi daerah karena terancam defisit dana transfer pusat tahun depan.
Menurut pemerhati kebijakan publik Kota Batam, sekaligus Direktur Eksekutif Batam Labour and Public Policies, Rikson Tampubolon, Ketergantungan Batam pada transfer pusat mencapai hampir 50% dari total APBD, mencerminkan kurangnya kemandirian fiskal yang bisa memicu krisis keuangan jika alokasi pusat berkurang.
“Ketergantungan ini menggarisbawahi pentingnya reformasi dalam pengelolaan pajak lokal sebagai langkah yang perlu untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga Batam tidak selalu bergantung pada dana dari pusat,” kata Rikson, yang juga alumnus program magister perencanaan pembangunan Universitas Sumatera Utara, kepada BatamNow.com, Sabtu (09/11/2024).
Masih kata Rikson, ironisnya, potensi besar dari pajak tempat hiburan, restoran, hingga kawasan bisnis di Batam seperti tidak dimanfaatkan secara optimal. Ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam perencanaan strategis dan manajemen pajak di lingkungan Bapenda yang perlu mendapat perhatian segera.
“Di sisi lain, BPK menemukan bahwa Bapenda seolah ‘membiarkan’ adanya ketidakpatuhan wajib pajak (WP) dalam melaporkan omzet yang sesungguhnya. Situasi ini diperburuk dengan fakta bahwa data nomor objek pajak daerah (NOPD) dan sistem monitoring pajak masih tidak akurat dan tidak optimal,” tegas Rikson.
Rikson menegaskan, hal ini jelas mencerminkan lemahnya fungsi pengawasan serta kurangnya kapasitas institusional di Bapenda, yang berujung pada hilangnya potensi pendapatan pajak yang signifikan. Jika akar masalah ini tidak ditangani.
“Batam akan terus berada dalam siklus ketergantungan fiskal yang tidak sehat dan berisiko bagi stabilitas APBD. Batam, sebagai pusat ekonomi di Kepri, membutuhkan reformasi pajak yang serius dengan memperkuat sistem pengawasan, melatih SDM yang kompeten, dan membangun SOP yang dapat memastikan kepatuhan pajak secara berkelanjutan, dan yang pentng itu harus terbuka, transparan dan akuntabel,” ujar Rikson.
Sebagaimana data yang diperoleh media ini, pada 2023, realisasi pajak daerah Batam tak mencapai target.
Dalam laporan keuangan tahun 2023, Pemko Batam melaporkan realisasi pajak daerah sebesar Rp 1,22 triliun, atau 89,59 persen dari target anggaran Rp 1,36 triliun.
Sementara realisasi pendapatan transfer dari pemerintah pusat atau transfer ke daerah (TKD) pada tahun 2023 sebesar Rp 1,28 triliun.
Realisasi penerimaan APBD Kota Batam selama Tahun Anggaran (TA) 2023 sebesar Rp 3,10 triliun, termasuk dana transfer dari pusat tadi.
Dapat dilihat dari total APBD itu, PAD Kota Batam hanya sekitar Rp 1,52 T lebih.
Sedangkan realisasi belanja Pemerintah Kota Batam TA yang sama sebesar Rp 3,04 T lebih.
Nah, kemungkinan terjadi pemangkasan transfer dari pusat inilah kekhawatiran Raja Azmansyah, karena hampir separo APBD Pemko Batam dari transfer.
Belum didapat informasi besaran TKD Pemko Batam yang akan dipangkas dan seberapa besar realisasi pada tahun berjalan di 2024. (A)