BatamNow.com – Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menyebut-nyebut Pulau Galang, di Kota Batam, di tengah penolakan masyarakat di beberapa daerah terhadap kedatangan pengungsi Rohingya dari Myanmar.
Menurut Wapres, lokasi penempatan pengungsi Rohingya penting untuk dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, sebab itu adalah masalah kemanusiaan yang mesti diatasi bersama.
“Dulu pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam. Nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu. Saya kira pemerintah harus mengambil langkah-langkah [solutif],” tutur Wapres.
Itu disampaikan dalam keterangan pers Wapres kepada wartawan usai Ma’ruf Amin menghadiri Peluncuran Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO) 2024 dan Pembukaan Universitas Indonesia Industrial-Government Expo (UI I-Gov Expo) ke-3 2023, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Selasa (05/12/2023).
Jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia per Senin (04/12/2023) tercatat sebanyak 1.487 orang.
Adapun kedatangan pengungsi Rohingya yang hendak berlabuh, telah ditolak masyarakat di sejumlah daerah, seperti Aceh, Riau, dan Medan.
“Mereka [pengungsi Rohingya], bagaimanapun ini kemanusiaan. Karena kemanusiaan, harus kita tanggulangi,” tegasnya.
Atas dasar itu, Wapres mengungkapkan, pengungsi Rohingya tidak mungkin ditolak. Namun sebelum ditampung, tambahnya, pemerintah Indonesia tentu perlu menyiapkan berbagai antisipasi agar tidak menimbulkan beban di kemudian hari bagi Indonesia, baik dari sisi negara ataupun masyarakat.
“Selama ini, kan tidak mungkin kita menolak, tetapi juga tentu kita mengantisipasi jangan sampai kemudian ada penolakan oleh masyarakat, dan kemudian bagaimana supaya juga mengantisipasi jangan sampai nanti terus lari, semua larinya ke Indonesia, ke sini. Itu menjadi beban,” jelasnya.
“Saya kira hari ini ada rapat yang dipimpin oleh Menko Polhukam ya untuk membahas masalah Rohingya ini,” tambahnya.
Wapres mengemukakan, masalah serupa sebenarnya juga dihadapi oleh negara-negara di Eropa seperti Yunani, sehingga memang seyogianya ada pembahasan bersama di tingkat internasional, khususnya dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
“Kita akan bicarakan juga dengan UNHCR yang punya tanggung jawab masalah pengungsian di PBB. Ini harus dilakukan pembahasan bersama,” ucapnya.
Pulau Galang Tampung Pengungsi Vietnam
Pulau Galang di Kota Batam, Kepulauan Riau, pernah menjadi lokasi penampungan pengungsi (refugee) dari Vietnam yang dilanda perang selama 30 tahun dan berakhir pada tahun 1975.
Sebagai pengingat peristiwa tersebut, lokasi penampungan pengungsi Vietnam di Galang itu dijadikan lokasi wisata Ex Camp Vietnam.
Di dalam kawasan wisata Ex Camp Vietnam terdapat museum, bangunan rumah ibadah, perahu kayu pengungsi maupun perahu yang telah dipugar, barak, dan sebagainya.
Dilansir Tempo.co, menukil studi Penampungan Orang Vietnam di Pulau Galang 1975-1979 dalam e-Journal Pendidikan Sejarah, perang yang berkepanjangan itu menyebabkan kerusakan berbagai segi kehidupan.
Banyak penduduk Vietnam melakukan eksodus, kala itu. Mereka meninggalkan Tanah Air untuk mencari negara baru demi kehidupan lebih baik.
Indonesia adalah salah satu negara tujuan orang-orang Vietnam yang kecewa kepada negaranya itu.
Mereka belakangan dijuluki Manusia Perahu karena nekat melintasi lautan demi hengkang dari Vietnam.
Sekitar 25 ribu pengungsi telah berdatangan di Indonesia hingga 1979.
Agar tidak menimbulkan ketidastabilan sosial dalam negeri, Pemerintah Indonesia menyediakan tempat khusus bagi mereka yaitu, Pulau Galang.
Sejarawan Asvi Warman Adam dalam Pulau Galang, Wajah Humanisme Indonesia (2012) oleh Peneliti Madya BPNB Kepri, Dr Anastasia Wiwik Swastiwi membagi tiga periode sejarah pengungsian di Indonesia.
Pertama, periode 1975 hingga 1978, ditandai dengan berdirinya kamp-kamp pengungsian di beberapa pulau di Indonesia.
Kedua, periode 1979 hingga 1989, ketika berdiri kamp pengungsian yang terkonsentrasi di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Ketiga, periode 1989 hingga kini.
Sebelum ditampung di Pulau Galang, para pengungsi masuk ke sejumlah daerah di Kepulauan Riau.
Manusia Perahu yang pertama kali dan ingin menetap di Indonesia, yaitu yang mendarat di Pulau Laut, Kepulauan Natuna pada 25 Mei 1975.
Pada saat yang sama, pengungsi Vietnam lainnya juga sudah masuk Tarempa, saat ini masuk wilayah Kabupaten Anambas. Ribuan orang pengungsi juga tiba di Bintan, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pulau Galang kemudian ditetapkan menjadi kamp pengungsian Vietnam.
Sebelumnya, lewat forum konferensi internasional tentang lokasi pengungsi Indocina di Jenewa 1975, Indonesia bersama Malaysia, Muangthal, dan Hong Kong menyediakan diri.
Majalah Tempo edisi 19 Mei 1979, melaporkan, kesepakatan ini diputuskan pada 21 Februari 1979, saat ASEAN bersama UNHCR mengadakan rapat di Bangkok, Thailand. Pulau itu direncanakan menampung 10 ribu pengungsi di Asia Tenggara dan Indonesia.
Total sebanyak 140.738 pengungsi yang masuk ke Pulau Galang pada 1979.
Namun hingga 1987, tercatat tinggal 1.600 pengungsi yang menghuni barak-barak ungsian di pulau itu.
Jumlah ini menyusut karena sudah 124.049 orang bisa dimukimkan di negara ketiga.
Lainnya, 8 orang direpatriasi dan 122 orang meninggal.
Majalah Tempo edisi Senin, 23 Juni 1990 melaporkan, jumlahnya membeludak lagi pada 1990, mencapai 16.559 orang setelah kedatangan pengungsi dari Kamboja.
Sekitar 250 ribu orang pengungsi menetap di Pulau Galang hingga 1996.
Pemerintah Indonesia lalu memulangkan mereka. Sebagian lagi mendapatkan suaka di negara ketiga. Namun ada pula yang menolak untuk kembali ke Tanah Airnya.
Sekitar 5 ribu pengungsi dipulangkan ke negaranya karena tidak lolos tes untuk mendapatkan kewarganegaraan baru. Mereka protes atas kebijakan ini dengan membakar dan menenggelamkan perahu.
Oleh Pemerintah Otorita Batam, sebagian dari perahu-perahu itu dapat diselamatkan untuk dipamerkan sebagai pengingat suatu peristiwa kemanusiaan yang pernah terjadi di Pulau ini.
Pulau Galang kemudian ditetapkan sebagai destinasi wisata sejarah. Salah satu objek kunjungan yang menarik adalah sisa-sisa barak pengungsi, Ex Camp Vietnam Pulau Galang namanya.
Pada 2022 lalu, destinasi wisata ini menerima penghargaan Memori Kolektif Bangsa (MKB). (*)