Umurnya sudah tergolong tua. Kelahiran Boyolali.
Dia beranak empat. Semua lahir di kampungnya Jawa Tengah.
“Saya janda ditinggal mati suami 22 tahun lalu,” katanya saat berbincang dengan kru BatamNow.com, Senin (26/09/2022) di kawasan Nagoya.
Kru media bersama rekannya berkesempatan menyeruput minuman jamu suguhan sang nenek ini.
Dariem merantau ke Batam sekitar 18 tahun lalu.
Hanya satu cewek bungsu yang dibopong ke pulau industri ini.
Tiga anaknya yang lelaki ditinggal di kampungnya. Dulu diasuh neneknya. Sekarang sudah kawin semua, pun sudah punya anak.
Sedari awal, Dariem, ikut orang lain berjualan di Batam.
Akhirnya dia terpikat jualan jamu gendong. 15 tahun sudah dilakoninya.
Lazimnya para penjual jamu gendong lebih muda darinya. Nenek empat anak ini sudah hampir berusia 60 tahun.
Tinggal di daerah Bengkong dengan status menyewa rumah. Hingga sekarang.
Selama ini, saban hari menjajakan jamu gendongnya di kawasan Nagoya.
Memulai jualannya dari siang hari. Datang dari Bengkong rata-rata jam 14.00. Naik ojek sewaan. Biasanya turun dekat di Simpang Lampu Merah, Depan Bank Panin, Komplek Lumbung Rejeki.
Dari sana mulai berjalan kaki menyusuri lorong ke lorong jejeran ruko dengan bakul jamu digendong di punggung. “Saya pulang pukul 18.00 sore dengan naik ojek sewaan lagi,” ujar Dariem.
Meski hanya berjualan jamu gendong, Dariem, bisa hidup bersama anak bungsunya yang perempuan. Dapat menyekolahkannya sampai kuliah di universitas.
“Sekarang sudah semester 7 di UIB, mudah-mudahan tak lama lagi selesai kuliahnya,” harapnya.
Belasan tahun, langkah Dariem tiada henti menyusuri kawasan pertokoan Nagoya di Kota Batam.
Bakul anyaman bambu yang sehari-hari digendongnya itu berisi 9 botol jumbo berisi aneka bahan jamu cair seberat sekitar 20 kg, apalagi belum berangsur terjual.
Belum lagi satu wadah atau ember kecil berisi air ditenteng di jemari tangan kanan.
Meski dengan beban seberat itu, Dariem selalu sehat-sehat saja. “Syukurlah saya jarang sakit pak,” ujarnya tampak semringah.
Soal hasil penjualan, Dariem mengaku tak selalu lancar, tapi lebih sering dengan penjualan lumayan.
Apalagi kala beberapa arena gelper masih buka di seputaran Nagoya. Hasil penjualannya bisa mencapai Rp 300 ribu kotor, sehari.
Di arena gelper ramai pejudi. Namun para wasit perempuan yang menjadi pelanggannya.
Karena sering juga nongkrong berjualan di arena gelper, ada saja pemain yang lagi menang memberinya uang tip ala kadarnya.
Katanya, lumayan menambah uang hasil penjualan. “Tapi sekarang gelper tutup, para wasit di arena gelper tak bekerja lagi pendapatan jauh berkurang pak,” keluh Dariem mengakhiri percakapan.
Bakul jamu kembali dia gendong di punggungnya. Lalu perlahan mengayunkan langkahnya meninggalkan kru media ini. Dariem masih harus berjuang menjajakan jamu gendongnya di sore hari itu. Jamu, jamu… (red)