BatamNow.com, Jakarta – Persoalan tanah dan isu penggusuran warga Pulau Rempang, Kecacmatan Galang, Batam, Kepulauan Riau, harusnya bisa diselesaikan di tingkat lokal. Kalau sampai Pusat turun tangan, artinya, pemerintah setempat tak punya kemampuan menyelesaikan masalah tersebut.
“Sangat disayangkan kalau sampai bapak-bapak jauh-jauh datang dari Rempang ke DPD RI dan lembaga lainnya mengadukan masalahnya. Karena hal seperti ini harusnya cukup dibicarakan di tingkat lokal,” kata Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Nono Sampono, saat menerima Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT), di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (21/06/2023).
Di hadapan para Senator, Ketua KERAMAT Gersiman Achmad dengan tegas mengatakan, selama ini kebijakan pemerintah daerah (Pemko Batam) tidak memihak kepada masyarakat. “Leluhur kami sudah mendiami Pulau Rempang sejak tahun 1834, jauh sebelum Indonesia merdeka. Artinya, sudah 189 tahun kami turun temurun mendiami pulau tersebut,” tutur Gerisman.
Dulu, sambungnya, Rempang masuk Kecamatan Bintan Selatan. Sekitar tahun 1986, kawasan tersebut ditetapkan sebagai hutan buruh. Artinya, tak berpenghuni. Padahal, jelas-jelas sudah ada warga di sana yang tinggal di pesisir.
Pada 1999, Rempang masuk kawasan Batam. “Ketika itu, kami berharap dengan masuk ke wilayah Kota Batam, maka kehidupan kami bisa lebih baik lagi. Yang terjadi malah sebaliknya, kami selalu dianaktirikan,” keluh Gerisman.
Padahal, lanjutnya, Presiden Jokowi melalui program Reforma Agraria sudah mencanangkan pemberian sertifikat tanah kepada warga. “Hal itu tidak disosialisasikan oleh BPN Batam kepada kami. Sampai hari ini pun kami hanya punya surat keterangan tanah (SKT) dari Kabupaten Bintan,” ucapnya.
Mendengar keluhan warga Rempang, DPD memastikan akan menindaklanjuti persoalan tersebut. “Kami upayakan dalam waktu dekat datang ke Rempang. Nanti kami akan memanggil Wali Kota Batam, BPN, dan pihak-pihak terkait, untuk mencarikan solusi terbaik bagi warga Rempang,” kata Anggota Komisi I DPD RI dapil Papua Barat Filep Wamafma, di hadapan warga Rempang, di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI, Jakarta, Rabu (21/06).
Dirinya menegaskan, tidak boleh hanya gara-gara alasan investasi lantas rakyat jadi terabaikan atau digusur. “Pemerintah tidak boleh arogan, tapi harus mau duduk bersama rakyat mencari solusi terbaik. Investasi penting, tapi rakyat lebih penting lagi,” tegasnya.
Hal senada dikatakan H Darmansyah Husein, yang juga Komisi I DPD RI dapil Bangka Belitung. “Waktu di DPR RI, saya dulu yang ikut membentuk regulasi pembentukan Provinsi Kepri. Saya tahu betul kondisi masyarakat di kepulauan. Karena itu, kita akan dudukkan persoalan ini bersama-sama dan mencari jalan terbaik. Tidak boleh sembarangan menggusur warga yang telah mendiami suatu wilayah sampai ratusan tahun lamanya,” tegasnya.
DPD meminta KERAMAT bisa memberikan dokumen secara lengkap untuk bisa dibahas oleh jajaran Pimpinan DPD RI.
Sementara itu, Abdurrahman, perwakilan warga Rempang yang ikut hadir menegaskan, “Kami tidak anti pembangunan atau investasi. Hanya, kami tidak terima kalau harus digusur. Cukup ditata saja kan bisa,” tandasnya.
Dia juga meminta pemerintah memberikan legalitas resmi kepada warga. “Sampai mati kami tidak terima kalau diperlakukan seperti ini. Kami juga Warga Negara Indonesia yang punya hak yang sama dengan lainnya. Jadi, tidak bisa begitu saja diambil hak-hak kami,” kritiknya tajam.
Warga Rempang menanti aksi nyata DPD RI untuk mendudukkan persoalan ini secara bersama-sama. “Pemkot Batam, BP Batam, dan PT MEG selaku investor harus jujur kepada warga Rempang. Jangan ada yang disembunyikan. Kami akan habis-habisan memperjuangkan tanah kami,” pungkas Gerisman yang diaminkan oleh warga Rempang lainnya. (RN)