BatamNow.com – Fakta menunjukkan BP Batam dengan perusahaan mitranya tidak lebih baik mengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam dibandingkan PT Adhya Tirta Batam (PT ATB).
Soal permasalahan besar pelayanan air minum ini, ternyata, “terjadi sejak masa transisi”. Pernyataan itu langsung dari Kepala BP Batam Muhammad Rudi. (rilis bpbatam.go.id, 3 Mei 2023)
“Orang nomor satu di Kota Batam tersebut mengakui, persoalan air memang sudah terjadi sejak masa transisi pengelolaan. Sekitar dua atau tiga tahun terakhir,” dikutip dari rilis BP Batam.
Sejak masa transisi pengelolaan hajat hidup orang banyak itu ditangani BP Batam per November 2020, pelayanan SPAM, justru memunculkan keresahan warga.
Hingga kini ribuan warga pelanggan SPAM BP Batam “teraniaya” (menggunakan tudingan Anggota DPRD Batam Utusan Sarumaha), karena sulit mengakses aliran air minum secara normal.
Kalaupun menetes, jaminan kesehatannya patut diragukan, apalagi sering keruh. (Soal ini sudah lama dikeluhkan warga)
Lalu interpretasi publik, era PT ATB, pengelolaan pelayanan air minum ini jauh lebih baik dibanding di tangan PT Air Batam Hulu dan PT Air Batam Hilir (Konsorsium PT Moya Indonesia dengan PT Pembangunan Perumahan (Persero)).
Pengelola transisi PT Moya Indonesia adalah entitas Salim Group di bawah kendali Anthoni Salim.
Banyak warga meyakini sampai jabatan Kepala BP Batam ex-officio berakhir Maret 2024 atau 8 bulan lagi, permasalahan pelayanan air minum tak tertuntaskan.
Setakat ini, “derita” warga Batam pelanggan air minum tak berkesudahan.
Selama ini warga seperti dihinggapi dehidrasi batin selain dehidrasi raga disebab sering matinya suplai air minum dari pengelola SPAM BP Batam.
Setiap hari, paling tidak, ribuan warga Batam mengeluh dan dirundung keresahan karena tak mendapat akses kebutuhan hidup vital ini secara kontinu.
Padahal negara lewat UU maupun Peraturan Pemerintah (PP) No 122 tahun 2015 tentang SPAM, menjamin kontinuitas aliaran air minum ini selama 24 jam dalam sehari. Artinya, semenit pun tak boleh mati.
Demikian juga jaminan Negara atas kualitas dan kuantitas air minum ke warga.
Tapi, tampaknya baik BP Batam maupun perusahaan pengelola SPAM mitra BP Batam seperti tak terlalu ambil pusing dengan keluhan warga maupun atas perintah peraturan perundang-undangan. Kekuasaan mereka seperti melebihi kuasa Negara atau pemerintah.
Itu bisa dilihat dari kinerja mereka yang patut diduga tak mejalankan perintah Negara. (Sekali lagi baca itu Peraturan Pemerintah-nya)
Apalagi SPAM tak pernah mendapat sanksi apapun dari pemerintah sebagai konsekuensi logis dari pelayanan buruk pada warga, ihwal airan air minum sering mati. Hak riel warga tak terpenuhi.
Parahnya, justru sebaliknya, pengelola SPAM yang kerap bernada “mengancam” ke pelanggan manakala warga telat bayar tagihan rekening air. Terlambat sehari saja dikenakan denda atau terjadi pemutusan jaringan air bila pembayaran telat melebihi batas akhir pembayaran.
Sepertinya rakyat tak memiliki kedaulatan atas air minum sebagaimana dijamin konstitusi Negara. Apalagi hak untuk mendapatkannya. (Baca konstitusi bagaimana Negara menjamin melindungi hak dan kedaulatan warganya atas kebutuhan vital kehidupannya)
Lalu Negara seolah tak hadir dalam konteks permasalahan air minum ini?
Hingga kini, “jeritan” ribuan warga pelanggan air minum BP Batam, masih terjadi setiap hari.
Tapi batang hidung para pejabat yang pernah gembar-gembor mengaku profesional itu, entah bersembunyi di mana sekarang. “Jangankan wajahnya, pun suara mereka tak pernah kedengaran dalam menuntaskan permasalahan kebutuhan warga,” kata beberapa warga.
Muhammad Rudi pun masih hanya janji ke janji akan ada perbaikan pelayanan air minum ini. Padahal kebutuhan akan air minum dalam kehidupan berkelanjutan manusia tak bisa menunggu berlama-lama. Sehari tak mengkonsumsi air minum bisa dehidrasi dan berdampak buruk pada kehidupan.
Itu maka Ketua DPP Lembaga Investigasi (LI)-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara di Kepri, Panahatan SH sangat menyesalkan para pejabat yang “pongah” di Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) BP Batam. “Banyak warga menyebut mereka sangat sombong, angkuh, congkak, kalau tak sudi disebut pembohong,” katanya.
Menurut Panahatan, meski Muhammad Rudi mengakui sengkarut pelayanan air minum terjadi sejak di tangan pengelola transisi, namun Wali Kota Batam itu berkelit juga lalu mengkambinghitamkan instalasi atau jaringan pipa air minum yang sudah tua sehingga perlu perbaikan di mana-mana dengan biaya sekitar Rp 4,5 triliun.
“Apakah pipa air minum yang kerap bocor selama ini karena pipa tua, atau memang moncong alat berat (ekskavator) yang mengerjakan proyek pelebaran jalan milik BP Batam yang merusak pipa SPAM, tak pernah ada penjelasan yang transparan ke masyarakat,” ujar Panahatan.
Baik SPAM maupun proyek jalan utama arteri dengan lima jalur satu arah adalah milik BP Batam juga.
Sulit diterima akal sehat jika Muhammad Rudi menegur atau menjatuhkan sanksi ke Muhammad Rudi.
Tapi yang juga dipertanyakan di pusaran permasalahan air minum yang menimpa warga, pada kemana Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perlindungan Konsumen di Batam?
Apakah mereka juga turut bersembunyi di tengah penderitaan pelanggan air minum?
Mengapa mereka tidak menyoal hak-hak konsumen (pelanggan) dan tidak taatnya pengelola SPAM terhadap perintah Negara lewat perundang-undangan atas hak dan kedaulatan warga atas air minum sebagaimana dijamin dalam konstitusi Negara? (Red)