BatamNow – Krisis Air di Batam, setakad ini, sudah di titik nadir. Bila dalam waktu dekat hujan lebat tak kunjung turun merata di Batam, 5 Dam aktif di sini bisa shutdown.
Bila itu terjadi 290.000 pelanggan air di sini akan menjerit, apalagi kini mulai terjadi “Panic Tandon”, karena masyarakat banyak membeli drum untuk stok air di rumah.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) kemungkinan besar akan turun minggu depan ke Batam terkait perlindungan konsumen air di Batam.
Krisis air akan merugikan pelanggan, lalu apa tanggapan BPKN? Junpa Siregar dan Omrad dari BatamNow mewawancarai pertelepon Wakil Ketua BPKN Dr. Rolas Budiman Sitinjak S.H., M.H. antara Batam-Jakarta.
Berikut hasil yang dikemas dengan format tanya jawab:
Apa tanggapan Anda mengenai krisis air di Batam?
Masalah air ini ‘kan menyangkut hajat hidup orang banyak, sangat vital dan seharusnya dapat diantisipasi.
Selain karena curah hujan minim, penyebab lain pihak BP Batam dituding lalai memanajemeni Dam.
Harusnya antisipasi pengelola dan pemilik Dam di Batam sudah lebih cermat, dan lebih dini lagi, mengingat pengelolanya sudah cukup lama ya.
Rationing akan dikenakan kepada pelanggan(masyarakat), karena krisis air baku. Pelanggan seakan dihukum pengelola.
Ini kan pelayanan konsumen. Haknya konsumen adalah mendapatkan layanan. Kewajiban pelaku usaha, dalam hal ini BP Batam dan PT ATB, harus bertanggung jawab menyediakan air.
Apa yang bisa dilakukan masyarakat pelanggan atau pemilik komersil dan pengelola industri?
BP Batam dan ATB harus memberitahukan kondisi ketersediaan air terkini. Konsumen harus mendapatkan informasi yang jelas tentang kebutuhan air.
‘Kan pelanggan air dirugikan. Apalagi air kebutuhan vital yang tak mungkin di-stop sampai dua hari dengan sekenario rationing?
Pihak BP Batam dan pelaku distribusi, ATB, harus bertanggung jawab. Hak-hak konsumen jangan disepelekan.
Kongkritnya seperti apa. Kan kondisi persediaan air di Dam sedang genting. Lalu dengan cara atau opsi mana yang harus ditempuh pihak BP Batam dan ATB?
Begini. Jadi artinya, ini kewajiban mereka (BP Batam dan ATB-red) untuk menyediakan air. Jika terjadi krisis air, maka mereka harus punya cara lain. Apakah dengan cara mengirim pakai galon atau pakai mobil tangki, atau kapal tangki dari daerah lain yang tidak terdampak kekeringan air. Mereka harus bertanggung jawab penuh atas krisis air ini.
Apakah harus sedrastis itu tanggung jawab pihak pegelola dan penyedia air?
Oh iya. Sampai hak-hak konsumen terpulihkan. Jadi artinya, ini kewajiban mereka untuk menyediakan air untuk kebutuhan konsumen (masyarakat-red).
Bagaimana bila BP Batam dan ATB memaksakan aturan sepihak?
Tadi kan sudah saya sampaikan. Air adalah hajat hidup orang banyak. Pemerintah diwakili BP Batam harus menjamin akan ketersediaan air untuk konsumen. Jadi seharusnya, mereka sudah melakukan antisipasi dan mencarikan solusi atas krisis air ini jauh hari, dengan caranya sendiri. Bukan dengan cara memaksa sepihak.
Rationing yang akan diterapkan dengan skenario 5 hari hidup air, dan 2 hari keran air mati. Itu hampir pasti. Apa tanggapan kongkrit BPKN?
Yang pertama, yaitu konsumen harus mendapatkan informasi yang jelas, apakah informasi itu sudah terpenuhi apa tidak?
Yang kedua, ‘kan konsumen membayarkan air itu bukan untuk 5 hari hidup dan 2 hari mati. Artinya konsumen membayar air itu untuk hidup seterusnya toh?
Kalau toh pilihannya rationing, dengan alasan untuk memperpanjang durasi ketersediaan air, hak konsumen kan diabaikan?
Kembali ke soal tanggung jawab kongkrit tadi. Jika terjadi krisis air, maka BP Batam dan pelaku usahanya harus mencari alternatif pengadaan air untuk konsumennya, ya, dengan alternatif lain. Itu risikolah.
Konsumen harus mendapatkan air untuk keperluan hidup sehari-harinya, ternyata tiba-tiba tidak mendapatkan air, kondisi ini kan merupakan kerugian konsumen.
Kongkritnya?
Ya, karena konsumen dirugikan, mesti ada kompensasi dari pengusaha air.
Kompensasi dengan bentuk seperti apa baiknya?
Bentuk kompensasi memang harus lebih adil. Mungkin bisa dalam bentuk pemotongan tarif langganan atau dengan skema kompensasi lain yang win win solution.
Sebagai contoh, yang pernah terjadi di Jakarta, di mana ketika aliran listrik PLN mati tiga jam, PLN memberikan kompensasi atas kerugian konsumen tersebut.
Pihak PLN, ketika itu, merumuskan lalu memaparkan ke publik.
BP Batam, kata Rolas, bisa meniru cara PLN untuk memberikan kompensasi kepada konsumen.
Bisa saja pemilik air tidak keluar uang, tapi dengan cara memotong biaya.(*)