BatamNow.com – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam mengultimatum jaksa penuntut umum (JPU) karena tak kunjung menyelesaikan surat tuntutan atas perkara kapal asing SB Cramoil Equity dengan terdakwa Chosmus Palandi.
Chosmus yang menakhodai kapal berbendera Belize ditangkap karena memasuki wilayah Indonesia tanpa izin serta kedapatan membawa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari Singapura. Ia dituntut atas dua perkara dengan nomor registrasi 42/Pid.B/LH/2022/PN Btm dan 43/Pid.B/2022/PN Btm.
Sidang pada Kamis (19/05/2022) kemarin, seyogianya dengan agenda pembacaan tuntutan pidana dan dipimpin oleh hakim Yudith Wirawan SH MH.
Namun setelah sidang dibuka, jaksa Karya So Immanuel Gort SH mengatakan kepada hakim bahwa surat tuntutan dua perkara tersebut masih belum selesai.
Hakim sontak mempertanyakan alasan jaksa, sebab sudah memakan waktu yang cukup lama untuk agenda tersebut.
“Kemarin kita tunda dua minggu karena Lebaran, oke kita maklum. Terus kita tunda lagi satu minggu, saya mau tahu apa alasannya kenapa belum turun?” tanya Yudith.
“Menunggu dari pimpinan, majelis,” jawab jaksa.
“Pimpinan yang mana? Dari Kejari atau Kejati atau dari mana?” tanya hakim lagi.
“Dari Kejati, Majelis,” timpal jaksa.
Hakim pun mengultimatum, “Baik nanti saya besurat ke Kajari dan Kajati dan ditembuskan ke Kejaksaan Agung. Ini tidak main-main ya, saya sudah sangat toleransi karena mengingat tahanan ini sudah hampir habis.”
Alhasil, sidang pembacaan tuntutan pidana atas dua perkara dengan terdakwa Chosmus Palandi itu pun ditunda lagi.
“Ini yang terakhir ya. Tanggal 25 Mei hari Rabu tolong sudah selesai tuntutannya ya. Dengan demikian sidang ditutup,” pungkas Yudith.
Kejari Batam: Kami Menghormati Kebijakan Majelis Hakim
Media ini mengonfirmasi ke Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam Riki Saputra SH MH terkait pernyataan jaksa yang menyatakan belum menyelesaikan surat tuntutan karena masih menunggu pimpinan Kejati.
“Semua perkara yang kami tangani seyogianya diatensi oleh pimpinan agar kami selaku JPU dapat menangani perkara secara profesional,” jelas Riki ke BatamNow.com, Kamis (19/05).
Riki menjelaskan bahwa JPU masih menyusun surat tuntutan atas dua perkara kapal asing pembawa limbah dengan terdakwa Chosmus Palandi itu.
“Untuk persidangan selanjutnya [Rabu tanggal 25 Mei 2022], JPU akan membacakan surat tuntutan terhadap perkara tersebut sesuai dengan agenda persidangan yang telah ditentukan,” ucapnya.
Dia katakan, Kejari Batam menghormati keputusan majelis hakim PN Batam yang akan bersurat terkait perkara tersebut.
“Pada intinya kami menghormati kebijakan dari majelis hakim tersebut, karena merupakan kewenangan dari majelis hakim,” pungkasnya.
Masuk Perairan Indonesia Tanpa Izin, Bawa 20 Tangki Limbah B3
Diberitakan, SB Cramoil Equity ditangkap Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Khusus Batam di perairan Batu Ampar pada 15 Juni 2021.
Kapal berukuran GT 53,36 itu memasuki dan berhenti di wilayah Indonesia tanpa persetujuan dari instansi terkait di Pemerintah Republik Indonesia.
Setelah diperiksa, kapal yang berangkat dari Pelabuhan Penjuru Singapura dengan tujuan high seas (laut lepas) itu didapati membawa limbah B3 dalam 20 IBC tank (volume @1.000 liter).
Alhasil, Chosmus Palandi yang menakhodai kapal itu selanjutnya ditahan di Polda Kepri dan kini menjadi terdakwa. Sementara SB Cramoil Equity diamankan dan disandarkan di dermaga Pelabuhan Domestik Sekupang.
Dalam perkara nomor 43/Pid.B/2022/PN Btm, Chosmus didakwa tidak mematuhi ketentuan tentang tata cara berlalu lintas, alur pelayaran, system rute, daerah Pelayaran Lalu Lintas Kapal, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. Perbuatannya diatur dan diancam pidana sebagaimana dalam Pasal 317 Jo Pasal 193 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Sementara perkara nomor 42/Pid.B/LH/2022/PN Btm, terdakwa dijerat Pasal 69 ayat (1) huruf d dan Pasal 106 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 lima tahun paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 5 miliar paling banyak Rp 15 miliar. (A)