BatamNow.com – Parkir liar “terciduk” anggota DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho, minggu lalu.
Parkir liar kendaraan di kawasan pertokoan Mitra 2 (M2) di kawasan Batam Center sempat dikuasai oleh juru parkir (jukir) liar. Bahkan jukir liar sampai mengusir jukir resmi yang sudah lama ditempatkan di sana.
Mengherankan memang. Jukir liar bisa mengusir jukir resmi yang di bawah koordinasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Parkir Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam. Sempat heboh.
Namun, tampaknya, Udin yang anggota komisi IV DPRD Kota Batam itu hanya berhenti di kasus jukir liar di M2 itu saja.
Pun tak sampai memperpanjang temuan parkir liar itu ke ranah hukum meski diduga tindakan itu masuk ranah pidana, dimana Udin menyebut ada praktik pungutan liar (pungli) di sana.
Apalagi temuannya itu sudah diselesaikan Dishub Kota Batam yang mungkin secara “restorative justice”.
Di Batam, disinyalir masih banyak lahan-lahan parkir liar dan sejenisnya yang ilegal di Batam. Itu dikatakan mantan pelaku parkir di Batam.
Soal keberadaan parkir liar dan masalah lain perparkiran di Batam seolah terkonfirmasi dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemko Batam tahun 2020/2021.
Misalnya, temuan adanya potensi kehilangan penerimaan retribusi parkir minimal Rp 1,268 miliar yang seyogiaya masuk ke kas Pemko Batam.
Selain temuan itu, BPK mengungkapkan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi parkir di sini kurang optimal.
BPK mengungkapkan terdapat penerimaan parkir langganan dengan 108 Surat Keputusan yang ditetapkan oleh Kadishub untuk 108 Wajib Retribusi (WR) dengan nilai total Rp 3,1 miliar lebih. Tapi berdasarkan hasil pemeriksaan BKU dan rekening koran, dari total penerimaan tersebut hanya dilakukan pembayaran Rp 2,3 miliar lebih sehingga terdapat selisih Rp 835 juta.
Masalah lain, ditemukan lagi parkir langganan yang belum menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD).
Berdasarkan dokumentasi UPT Parkir, terdapat penerimaan parkir yang tidak didukung dengan penetapan SK. Penerimaan itu hanya berupa hasil perhitungan potensi parkir di tepi jalan umum Wajib Retribusi (WR) sebanyak 153 badan usaha/ perorangan. Ini sesuai berta acara.
Jumlah hitungan nilai parkir langganan ditetapkan sebesar Rp 1 miliar lebih dengan jumlah pembayaran Rp 590 juta atau tercatat selisih Rp 433 juta.
Dishub Belum Memedomani Ketentuan Retribusi Parkir
Menurut BPK kondisi tersebut disebabkan Kadishub dan Kepala UPTD Parkir belum memedomani ketentuan pemungutan retribusi parkir berlangganan. Selain itu, Kadishub kurang optimal dalam pengendalian pelaksanaan kegiatan di OPD-nya.
Atas temuan di atas, BPK pun merekomendasikan Wali Kota Batam agar memerintahkan Kadishubnya untuk:
- Memedomani ketentuan dalam pemungutan restribusi parkir berlangganan
- Berkoordinasi dengan Badan Pengelola Pajak dan Restribusi Daerah dalam rangka mendorong penerbitan Nomor Pokok Wajib Retribusi Daerah (NPWRD) atas Wajib Retribusi Pelayanan Parkir di Kota Batam
- Menerbitkan dokumen SKRD sesuai ketentuan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi parkir secara berlangganan.
- Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di OPD-nya sesuai ketentuan
- Memerintahkan Kepala UPT Parkir supaya memedomani ketentuan dalam pemungutan retribusi parkir berlangganan.
Beberapa kebijakan dari Kadishub, selama ini, disebut tak sesuai dengan Perda Kota Batam No 3 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran dan Retribusi Parkir.
Dari penjelasan Dishub ke BPK ada dua mekanisme pemungutan parkir, yakni parkir langsung dan langganan.
Parkir langsung yaitu dengan menempatkan jukir yang terdaftar di UPT Parkir yang bertugas memungut langsung retribusi parkir dari wajib retribusi. Jukir menyetorkan tiap hari uang retribusi sesuai jumlah karcis yang dibayarkan oleh WR ke UPT Parkir.
Parkir langganan, yakni dengan tidak menempatkan juru parkir yang terdaftar di UPT untuk memungut retrubusi. Namun dibayarkan secara bulanan oleh penyelenggara parkir, baik perorangan maupun badan usaha berdasarkan keputusan dari UPT Parkir.
Nah, dikaitkan dengan temuan Udin di lapangan, dan dengan munculnya beberapa kelemahan pengelolaan parkir atas temuan BPK tersebut, banyak pihak menduga bahwa “pat gulipat” di pusaran perparkiran ini berpotensi terjadi.
Belum terkonfirmasi, apakah masalah-masalah di pusaran perparkiran sesuai temuan BPK 2020/2021 itu telah dapat dituntaskan?
Untuk itulah para pemerhati perkotaan Wibisono SH dan Ketua DPP LI Tipikor Kepri Panahatan SH mengimbau kepada DPRD Kota Batam supaya menindaklanjuti temuan Udin dan mengembangkannya tentang kemungkinan kasus yang sama terjadi di lokas parkir lain.
Paling tidak, kata mereka senada, DPRD melakukan hearing atau Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk mengungkap parkir liar dan kelemahan mekanisme yang tak sesuai dengan Perda Parkir di Kota Batam.
“Tapi punya nyali nggak ya DPRD mengungkap dugaan yang dikaitkan dengan temuan BPK itu yang berpotensi merugikan Pemko Batam dan masyarakat,” ucap Syamsudin tokoh masyarakat Baloi ini setengah bertanya. (Red/D)