Catatan Hamansyah Rangkuti, S.H.
Wartawan BatamNow.com
Berkembang penilaian publik, BP Batam, belakangan ini, sepertinya ketar-ketir imbas mencuatnya berbagai kasus di sengkarut pengelolaan tanah (lahan) di Batam.
Paling tidak dua kasus yang mencolok pada 53 tahun hari bakti BP Batam, tahun ini yang cukup mencuri perhatian publik, di samping bertumpuk masalah alokasi lahan, seperti perobohan Hotel Pura Jaya, pada Juni 2023.
Salah satunya kejadian pada rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI di gedung Senayan di Jakarta.
Betapa tidak, beberapa anggota dewan yang punya hak imunitas itu mencecar berapi-api Plh Kepala BP Batam, Purwiyanto dan timnya yang hadir dalam RDP itu.
Tim BP Batam “disemprot” dengan “fire hose” dengan berbagai pertanyaan tajam nan pedas yang berbasis data dan fakta dan agak sulit dijawab.
Banyak meyakini, bahwa sebelumnya tim BP Batam tak menyangka suasana bakal sepanas dan setegang di RDP pada Rabu (06/11/2024) itu.
Di mana pada rapat-rapat yang sama sebelumnya di gedung dewan itu, suasananya selalu mencair alias anteng-anteng saja setiap membahas sepintas rencana kerja dan penggunaan anggaran BP Batam per tahun.
Dapat dimaklumi, banyak anggota dewan periode 2024-2029, atau yang duduk sekarang dengan wajah baru dalam RDP perkenalan pertama ini.
RDP itu sebenarnya ditunda karena ketidakhadiran Kepala BP Batam, Muhammad Rudi yang menjadi biang pemicu kekecewaan para anggota dewan yang sampai mengungkit sejarah Muhammad Rudi yang pernah nyembah-nyembah meminta jabatan ex-officio Kepala BP Batam.
Meski RDP ditunda, namun pada kesempatan sesi pembukaan itulah rasa kecewa para anggota dewan itu dilampiaskan. Mereka menuding Muhammad Rudi seolah menyepelekan RDP dibanding kampanyenya sebagai calon Gubernur Kepri.
Kritik dan sorotan tajam datang dari Khilmi, anggota Fraksi Partai Gerindra. Ia menyoal perpanjangan masa jabatan para pimpinan tinggi di BP Batam, yang proses dan keabsahannya dipertanyakan, kini.
Dari pertanyaan dan jawaban yang muncul di RDP, hasil analisa redaksi media ini sepertinya terjadi kesimpangsiuran data yang disampaikan, yakni kepastian masa berlaku jabatan para petinggi di BP Batam itu.
Lebih tak pasti lagi disebab BP Batam tak transparan dan tak menjalankan keterbukaan informasi publik meluruskan fakta yang sebenarnya, manakala diklarifikasi media ini untuk keperluan publikasi atas pemenuhan hak masyarakat untuk mengetahui.
Lain lagi Wakil Ketua Komisi VI, Andre Rosiade yang membongkar permainan alokasi lahan di saat pemberlakuan moratorium pelayanan alokasi lahan.
Menurut Andre, moratorium seperti segaja di-setting buka-tutup. “Ada yang cari kesempatan dalam kesempitan,” sebut Andre.
Lantas anggota Fraksi Partai Gerindra itu pun menyinggung keterlibatan, Susiwijono Moegiarso sebagai Sesmensko sekaligus Ketua Dewan Pengawas BP Batam yang disebut mengatur-ngatur alokasi tanah dan moratorium pelayanan alokasi lahan.
Tampak dalam suasana RDP, gestur Andre yang rada marah sambil mencecar saat menyampaikan data yang diperolehnya.
Fakta terbitnya 14 izin baru aloasi lahan di BP Batam saat diberlakukan moratorium, Andre dengan keras mempertanyakannya.
Andre pun mengusulkan agar Susiwijono dipanggil pada RDP mendatang untuk menjelaskan keterlibatannya pada proses moratorium itu.
Tampak ekspresi Purwiyanto dan timnya seperti ketar-ketir dicecar dengan pertanyaan anggota dewan yang seolah membuka ‘dosa’ mereka.
Tak berselang lama, setelah diwarnai suasana tegang, di saat para tim Purwiyanto masih terlihat diam membisu duduk di kursi ruang rapat, pimpinan RDP Eko Hendro Purnomo menyuruh tim BP Batam untuk ‘hengkang’ dari ruang rapat pertanda RDP ditunda dan akan diagendakan kemudian.
Terlihat Purwiyanto dan timnya mengayunkan langkah yang terkesan kaku dan dengan suasana membisu saat meninggalkan ruang rapat dewan.
Peristiwa yang menghebohkan dan yang sempat juga membuat BP Batam ketar-ketir adalah peristiwa yang tiga bulan lalu, sebelum RDP di gedung di kompleks Senayan di Jakarta itu.
Pada 21 Agutus lalu, sejumlah personel dan penyidik Polresta Barelang, sekonyong-konyong menggeledah lantai dua lokasi ruang arsip Direktorat Pengelolaan Pertanahan (DPP) BP Batam.
Sejumlah berkas berkaitan pengalokasian tanah hutan lindung dengan cut and fill-nya diduga bermasalah hukum, disita.
Direktur Pengelolaan Pertanahan BP Batam berserta 11 stafnya diperiksa penyidik kepolisian di sini, dan nyaris mereka ditersangkakan.
Penanganan pengusutan kasus ini pun kini mandek tanpa diketahui musababnya. Beredar isu penyidikan kasus ini diintervensi dari atas. Kabarnya pengustan kasus ini akan ditarik ke Polda Kepri dan kemudian akan di-SP3.
Pihak penyidik Polresta Barelang maupun Polda Kepri, sangat tertutup dan tak merespons konfirmasi wartawan media ini atas isu dan info yang menggelinding di ranah publik.
Peristiwa penggeledahan yang sempat menghebohkan itulah yang membuat para petinggi, para direksi, staf dan pegawai gedung “elang emas” itu ketar-ketir karena baru pertama terjadi sepanjang sejarah perjalanan 53 tahun BP Batam.
Berkaca dari dua peristiwa yang dilatarbelakangi kasus sengkarut pengelolaan lahan di Batam, meski belum sampai getir, paling tidak dapat meyakinkan publik bahwa isu mafia lahan dan borok-borok permainan pengalokasian di BP Batam demi segepok dolar, mulai terkuak dan riuh.
Sungguh tumbuh subur kasus-kasus lahan di BP Batam. Ada yang tumpang tindih Peta Lokasi (PL) dan dengan masalah lainnya: banyak yang masuk Pengadilan Negeri, PTUN, kepolisian, dan kejaksaan.
Episode lanjutan “pengusutan” yang kemungkinan lebih panas, jika benar Komisi VI DPR RI membongkar modus di balik moratorium pelayanan alokasi lahan dengan menghadirkan Susiwijono yang disebut ‘ngatur-ngatur’ alokasi lahan baru di BP Batam. Coming soon. (*)