BatamNow.com, Jakarta – Pembangunan Jembatan Tol Batam-Bintan (BaBin) di Kepulauan Riau, rencananya menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Namun, hingga kini, belum ada kepastian terkait pelaksanaan tender proyek dan dengan pihak mana KPBU akan dilakukan.
Pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) mengaku, masih menyiapkan dokumen-dokumen pendukung, baik terkait pelaksanaan teknis maupun penganggaran. Sebegitu sulitkah mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut?
“Untuk menerapkan skema KPBU sebenarnya tidak terlalu sulit. Tapi memang harus benar-benar dipersiapkan, terutama bila bekerja sama dengan badan usaha dari luar negeri,” ungkap Irawati Hermawan, praktisi hukum yang juga dikenal sebagai pengacara Indonesia yang pertama kali melakukan transaksi proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) infrastruktur, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Rabu (25/05/2022) malam.
Irawati menjelaskan, skema KPBU menjadi alternatif pembiayaan proyek yang tujuannya menyejahterakan masyakarat. “Kemapanan suatu bangsa dicirikan dengan majunya infrastruktur. Dengan infrastruktur yang maju, maka kehidupan rakyat akan lebih baik dan melakukan kegiatan ekonomi dengan lebih baik,” kata Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, ini.
Guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan infrastruktur, seringkali pemerintah terbentur dengan anggaran. Karena alokasinya tentu bukan hanya infrastruktur saja. Agar pembangunan infrastruktur tetap bisa berjalan, maka dicarikan model yang tepat, salah satunya dengan melibatkan pihak swasta dalam bentuk kerja sama (KPBU).
“Pemerintah mengajak pihak swasta bekerja sama membangun infrastruktur untuk rakyat. Dengan begitu, tentu anggaran yang dimiliki pemerintah tidak akan banyak terpakai dan bisa dialihkan untuk hal-hal yang lain,” beber Sekretaris Jenderal Perhimpunan Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (HIMPUNI) periode 2022-2025 yang baru saja dilantik ini.
Masalah kerja sama yang akan dijalin, tergantung kesepakatan masing-masing. Bisa pihak swasta mengeluarkan anggaran lebih dulu, baru diganti secara bertahap. Bisa juga pihak swasta ikut mengelola dengan jangka waktu tertentu.
Menurut Irawati, dalam menjalin kerjasama, tidak ada kekhususan antara badan usaha dalam negeri atau luar negeri. “Tidak ada perbedaan ya. Dari sisi dokumen-dokumen juga harus lengkap dan terinci, berikut kajian-kajiannya serta anggaran yang dibutuhkan dan bagaimana pembagiannya. Termasuk kerja sama lanjutannya seperti apa,” urainya.
Irawati menambahkan, ada tiga kajian yang harus dipersiapkan yakni, dari sisi teknis, hukum, dan finansial. “Kalau dari ketiga aspek tersebut ternyata feasible, maka suatu proyek baru bisa dijalankan. Bila salah satu tidak feasible, maka belum bisa dimulai,” terang pengacara yang telah menangani sejumlah proyek air minum di Tangerang sebagai proyek KPBU pertama di Indonesia, juga proyek MRT, Palapa Ring Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur, air minum di Bandar Lampung, dan proyek Kereta Api Makassar Pare-pare ini.
Terkait proyek Jembatan Batam-Bintan, menurut Irawati, perlu dicek kesiapan dokumen dan kajiannya bagaimana. “Ini kan bisa dibilang jembatan tol terpanjang di Indonesia, jadi kajian yang dilakukan harus komprehensif, termasuk soal pembiayaan. Meski memang tidak ribet, tapi tetap butuh ketelitian sebelum benar-benar memastikan membuka tender pelaksana proyek ini,” tukasnya.
Dirinya berharap pemerintah bisa mendorong percepatan kajian dan kelengkapan dokumen lainnya, sehingga pengerjaannya bisa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. (RN)