BatamNow.com, Jakarta – Dibukanya kembali ekspor pasir laut menjadi trending topic beberapa hari terakhir ini. Sikap nyeleneh pemerintahan Jokowi yang dituding lebih pro korporasi (bahkan mafia) dari pada rakyat yang dipimpinnya itu, sontak menuai kecaman, terutama dari para aktivis lingkungan hidup.
“Kalau mau jujur, meski telah dimoratorium selama lebih dari dua dasawarsa saja diduga penambangan pasir laut dan ekspor masih berlangsung secara diam-diam,” ungkap Diana Dewi, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, kepada BatamNow.com, di Jakarta, Kamis (01/06/2023).
Diana mengatakan, kalau sudah dibekukan saja masih ada yang ‘bermain’ kucing-kucingan, menambang lalu mengekspor, apalagi kalau dilegalkan. “Diduga banyak mafia bermain di balik ekspor pasir laut ini. Hal itu tentu sangat berbahaya. Dengan dilegalkannya ekspor pasir laut, yang mengeruk untung besar justru para mafia, sentara pemerintah hanya kebagian remah-remahnya saja. Sudah hanya dapat untung kecil, pulau-pulau hilang, ekosistem laut rusak, warga pesisir terancam kehidupannya, dan banyak ekses negatif lainnya,” ujar Diana Dewi mengingatkan.
Dikatakannya, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, pertengahan Mei 2023 lalu ini sekaligus juga menggugurkan Keputusan Presiden (Keppres) No 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang diterbitkan Presiden Megawati Soekarnoputri, 2002 silam. Dan, Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan SKB Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Diana juga menilai PP 26/2023 ini juga bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang direvisi dengan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dia menambahkan, diperkirakan, penambangan pasir laut sudah terjadi sejak 1970-an. Bahkan, ekspor pasir laut dari Indonesia yang dilakukan sejak 1978 hingga 2002 ke Singapura, mencapai 250 juta meter³ per tahunnya.
Diana juga mempertanyakan, apakah selama moratorium sudah ada upaya konkret dari pemerintah untuk memperbaiki lingkungan yang sudah terlanjur rusak? “Tidak kedengaran upaya merehabilitasi lingkungan pesisir, padahal itu sangat penting sekali untuk menjaga ekosistem laut dan pulau-pulau,” pungkasnya. (RN)