BatamNow.com – Perwakilan warga Pulau Rempang yang menggelar aksi spontan terkait penggusuran kebun di Tanjung Banun, akhirnya bertemu dengan Wali Kota Batam Amsakar Achmad di kantornya, Senin (05/05/2025).
Dalam pertemuan di ruang tunggu (holding room) Pemko Batam itu, hadir juga Wakil Wali Kota Batam Li Claudia Chandra, Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin, serta dua anggota DPRD Batam dari fraksi Partai Gerindra yakni Aweng Kurniawan dan Muhammad Rudi ST.
Amsakar Achmad mengapresiasi warga Rempang, dan mempersilakan mereka menyampaikan apa yang menjadi tujuannya.
Pertama, Koordinator Umum (Koordum) Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR GB), Ishak menyampaikan maksud kedatangan rombongan warga. Salah satunya, terkait penggusuran kebun milik warga di Tanjung Banun.

Menyambung Ishak, Erlangga Sinaga berbicara soal penggusuran lahan kebun miliknya seluas 8.737 meter persegi (m²).
Menurutnya, penggusuran itu sepihak karena ia menolak digusur sama seperti warga Rempang lainnya yang ikut dalam pertemuan tersebut.
“Saya pemilik lahan di tahun 2016, betapa susahnya saya mengumpulkan rezeki untuk mendapatkan lahan. Kemudian saya tanam pohon kelapa dan mungkin ada beberapa jenis pohon yang bertujuan untuk menjadi sumber penghasilan masa depan, masa tua dan menyekolahkan anak-anak kita,” kata pria yang akrab dipanggil Naga itu.

Ia merasa sedih karena kebun yang tak sampai 1 hektare luasnya itu dirawat bertungkus lumus. Tanah yang telah bertumpah peluh, keringat dan uang untuk merawatnya, kini digusur rata.
“Saya rawat itu bapak/ibu, dari 2016 sampai 2025 tanggal 1 terakhir saya merawat itu, hari Kamis. Tapi tanggal 2 di hari Jumat musnah seluruhnya,” jelasnya.
Kemudian lanjut oleh warga lainnya. Namun, Amsakar meminta agar diskusi hanya fokus terkait penertiban lahan di Tanjung Banun.
“Soal yang tempat lain kan kami sudah berkali-kali menyampaikan saat hadir dengan menteri juga kita sampaikan, soal nak pindah tidak pindah segala macam itu pilihannya kepada bapak dan ibu semua. Tapi kenapa setiap hari sepertinya dihantui saja. Fokus kami sekarang adalah soal Tanjung Banun,” katanya.
Amsakar Haqqul Yaqin Penggusuran sesuai Protap
Terkait keluhan Erlangga, kata Amsakar, diyakininya sudah sesuai mekanisme surat peringatan (SP) 1 hingga 3. “Kalau mekanisme itu dilakukan, sulit bagi kita untuk mengatakan itu paksa,” katanya.
Terkait nilai garapan, lanjutnya, sudah ada tim khusus yang berwenang melakukan penilaian yakni Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Ia menegaskan, sangat yakin (haqqul yaqin) bahwa penggusuran di Tanjung Banun itu sudah sesuai prosedur tetap (Protap).
“Soal penggusuran Rempang di Tanjung Banun itu lah penjelasan saya. Saya haqqul yaqin Protap ini sudah dilalui. Haqqul yaqin itu yakin seyakin-yakinnya bukan ainul yaqin, yakin ala kadar. Sebab setiap saat saya mengecek sudah dilakukan dengan mekanisme yang benar,” tegasnya.

Nenek Awe Minta Legalitas Kampung Tua di Rempang
Siti Hawa nenek berusia 68 tahun yang menjadi ikon perjuangan Rempang, ikut bersuara dalam pertemuan. Ia menyampaikan permintaan agar kampung-kampung tua di Rempang diberika legalitas.
“Kami minta kampung tua itu diakui Negara, dilegalitas juga, dan kami juga minta disertifikat. Jadi kami tidak terganggu lagi, itu saja kami minta dengan bapak,” kata wanita yang selalu ikut dalam perjuangan di konflik Rempang sejak tahun 2023 itu.

Selama menyampaikan keresahannya, Nenek Awe terlihat terisak sambil menahan tangis.
“Kami ditekan-tekan, kami tetap melawan. Kami sedih, pak. Kami seperti tidak dianggap pemerintah,” ujarnya.
Amsakar pun menanggapi permintaan Nenek Awe, namun tak gamblang menyatakan kesanggupan atau tidak. “Soal sertifikasi kampung tua itu sudah banyak ikhtiar dilakukan, ada yang dapat diselesaikan, dan ada yang berproses,” jelasnya.
Namun kata dia, ada perbincangan dengan Menteri Transmigrasi terkait hal tersebut. “Ada istilah hak komunal. Hak komunal ini hak kelompok, tapi tak ada pengakuan personal di dalamnya. Sekali lagi yang saya sampaikan, sebenarnya saya harapkan itu adalah penerimaan terhadap kebijakan,” terang Amsakar.
Usai pertemuan, wartawan BatamNow.com menanyakan maksud hak komunal berkaitan permintaan warga Rempang untuk legalitas kampung tua. Namun Amsakar enggan menjelaskan. “Nanti saja soal itu,” katanya, dalam wawancara bersama wartawan.

Kecewa dengan Jawaban Wali Kota
Usai pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, para warga Rempang beranjak dari Kantor Wali Kota Batam.
Kepada wartawan, mereka mengaku kecewa atas jawaban yang diberikan Wali Kota Batam Amsakar Achmad.
“Pertemuan hari ini buat saya pribadi, tidak ada menemukan titik terang. Bahkan keluh kesah saya pun sepertinya nggak ada jawaban yang konkret buat saya. Makanya, dengan jawabannya pak wali kota saya merasa belum memuaskan. Saya kecewa dengan jawaban pak wali kota tadi,” kata Erlangga Sinaga.

Naga menegaskan, bahwa ia bukan mengejar ganti rugi atas lahan kebun garapannya yang telah digusur kemarin.
“Kalau untuk pertemuan membahas nilai, saya belum mau. Karena sesuai pendirian saya, kita sama rasa dengan warga Rempang, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Yang diperjuangkan masyarakat Rempang adalah akui hak kami, kembalikan hak kami. Makanya saya tetap bertahan. Bukan ganti rugi yang saya penginkan,” tegasnya.
Dijelaskan Erlangga, setidaknya ada 221 batang pohon kelapa yang ditanam di kebunnya, dan beberapa telah berbuah. “Sekarang sudah rata, rata dengan bumi,” tukasnya. (D)