BatamNow.com – Di proses pengerjaan proyek pendalaman kolam Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar, sempat terpampang papan pemberitahuan berlogo Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri).
Posisinya bertengger merapat di sebelah kiri papan proyek BP Batam. Di sana tertulis “Proyek Pembangunan Strategis Nasional Dalam Pengawalan Kejaksaan Tinggi Kepri”.

Kemudian temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada LHP tahun 2022 atas laporan keuangan BP Batam yang dirilis Mei 2023, proyek yang dikerjakan sejak Oktober 2021 dengan anggaran hampir Rp 81 miliar itu bermasalah.
Kontrak pengerjaannya sudah dihentikan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BP Batam pada Mei 2023, meski proyek itu belum selesai dikerjakan.
Proyek revitalisasi (pendalaman) Dermaga Utara itu pun tak mencapai target kedalaman 12 meter di bawah permukaan air laut. Sehingga tak dapat disinggahi kapal berbobot 35.000 DWT sebagaimana yang disyaratkan.
Anggaran yang sudah digelontorkan BP Batam mencapai Rp 65,5 miliar dari total pagu anggaran.
Final quantity proyek diklaim mencapai 90-an persen sesuai hasil perhitungan konsultan supervisi PT Ambara Puspita, DKI Jakarta.
Fisik proyek itu tak dapat dilihat secara kasat mata karena berada di dasar laut di sana.

Lalu peran apa sebenarnya yang dilakoni Kejati Kepri seperti “pasang badan” di proses pengerjaan proyek yang kemudian diketahui bermasalah itu?
Kejati Kepri pun blak-blakan mengapa lembaga mereka sempat menjadi “bodyguard” selama pengerjaan proyek itu.
Berikut penjelasan Kejati Kepri lewat Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso yang ditulis dengan gaya bertutur hasil wawancara rekaman pertelepon dengan wartawan BatamNow.com Hamansyah Rangkuty pada Selasa (19/12/2023).
ITU tempo hari memang pernah dilakukan pengawalan bukan pendampingan, kalau pendampingan itu ada di bidang Datun.
Kebetulan ini pengawalan terhadap proyek itu. Terkait pengawalan yang kami lakukan sifatnya tidak masuk ke ranah teknis maupun keuangan terkait proyek tersebut.
Bentuk pengawalan yang kami lakukan itu non-teknis, yang intinya apabila terjadi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan, selama berjalan proyek tersebut.
Dalam artian itu, apabila terjadi hambatan di lapangan terhadap pemasokan bahan-bahan material, di situ dilakukan pengamanan terhadap personel yang pekerja di sana.
Misalnya, pas di lapangan, pekerja nggak bisa bekerja dikarenakan ada benturan dengan masyarakat tempatan atau pun lembaga sosial masyarakat yang kurang sependapat dengan pembangunan, jadi terhambat, itu kita bisa turun membantu menyelesaikan.
Apabila terjadi hambatan, tantangan, nah di situ kita bisa turun meng-advice ataupun memberikan masukan.
Terkait juga mengenai adanya hambatan-hambatan yang berhubungan dengan non-teknis ataupun non-keuangan, itulah yang kita lakukan dari sisi pengawalannya.
Terkait mengenai adanya putus kontrak yang dilakukan oleh BPK dalam hal ini BP Batam mungkin bisa mengkonfirmasi kepada pihak penyedia.
Penyedianya kan dari kontraktor, penggunanya dari BP Batam.
Namun posisi apakah di situ ada fraud atau korupsinya atau tidak, sejauh ini kami masih masuk di pengawalan.
Namun sejauh ini, selama kami melakukan pengawalan proyek-nya ya itulah, sampai sebelum diputus kontrak itu.
Di situlah pengawalan ini bekerja. Jadi tidak masuk ke ranah teknis, ataupun keuangannya. (Aman/D)