BatamNow.com – Menteri Transmigrasi RI Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dan rombongan mendatangi Kampung Sembulang Pasir Merah, di Pulau Rempang, Kota Batam pada hari ini, Sabtu (29/03/2025).
Iftitah juga didampingi Wali Kota ex-officio Kepala BP Batam Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota ex-officio Wakil Kepala BP Batam Li Claudia Chandra.
Di hari yang sama saat kunjungan rombongan pemerintah pusat-daerah itu, sekitar ratusan warga Rempang yang menolak digusur dari kampung halamannya juga menggelar aksi menyuarakan sikap kukuh mereka menolak relokasi maupun transmigrasi lokal yang menjadi rencana terbaru.

Dalam aksi damai itu, warga membawa poster berbagai ukuran dengan narasi yang senada yakni menolak digusur/ digeser/ direlokasi/ ataupun dipindahkan dengan program transmigrasi lokal.
Warga Rempang yang berjejer memegang poster di tepi jalan kampung, disalami bergantian oleh Iftitah, Amsakar, dan Li Claudia.
Selanjutnya diadakan pertemuan dengan warga, di dekat Kantor Kelurahan Sembulang, di kampung itu.

Menurut Iftitah, pihaknya datang menjumpai warga dalam agenda silaturahmi bukan untuk memaksa agar menerima rencana transmigrasi lokal.
“Tidak ada transmigrasi wajib, transmigrasi itu sukarela. Tetapi jangan sampai juga kalau saya tidak datang, saya tidak menyampaikan, saya tidak sosialisasi, nanti saya dianggap juga pilih kasih. Jadi saya harus sampaikan informasi ini kepada seluruh warga, nanti biar warga yang memilih apakah ini yang terbaik untuk warga atau tidak,” jelasnya di hadapan warga.
Warga pun coba berdialog, dan menyebut bahwa ada pihak yang masih mengajak agar mereka mau pindah dari kampungnya.
Iftitah menegaskan, bahwa kawasan transmigrasi lokal di Rempang masih belum ditetapkan. “Maka siapapun yang mengajak, bukan atas nama Kementerian Transmigrasi,” terangnya.
Sebagai informasi, Iftitah pada 26 Ferbuari lalu juga telah menemui beberapa warga yang telah direlokasi di perumahan Rempang Eco-City di Tanjung Banun, masih di Pulau Rempang.
Dalam kesempatan yang sama, Amsakar Achmad menjelaskan beberapa poin terkait posisi pemerintah daerah ketika pemerintah pusat telah menetapkan suatu kawasan untuk program nasional.
Ia mengaku concern untuk mencarikan solusi bagi Rempang yang disadarinya berkontribusi dalam pemenangan pasangan Amsakar-Li Claudia pada Pilkada 2024.
“Kami ingin kebijakan ini ada jalan tengah, ada solusi yang paling baik, yang enak bagi semuanya. Kalau nggak, bapak-ibu, di mana mayat saya ini harus ditanam,” katanya.
Warga Minta Sahkan Legalitas Kampung Tua di Rempang
Dalam pertemuan itu, perwakilan warga Rempang menyampaikan keinginan mereka agar Pemerintah Kota Batam menetapkan kampung-kampung di sana sebagai kampung tua dengan legalitasnya.
“Karena kami di sini sudah ratusan tahun, sudah 5-6 generasi kami menempati kampung halaman kami,” jelas Wadi, warga Sembulang.
Ia menjelaskan, warga di Rempang menjadi resah ketika masuknya proyek Rempang Eco-City, sejak sekitar dua tahun yang lalu.
“Kami ini kata orang, hidup di tempat tidak diakui negara. Tapi kami heran, di Pemilu suara kami dicari,” ucapnya.
Lalu Ishak, warga Kampung Pasir Panjang menerangkan bahwa warga Rempang menolak pembangunan yang merusak ruang lingkup dan ruang hidup masyarakat tempatan di sana.
Sama seperti Wadi, ia juga meminta pemerintah menetapkan perkampungan di sana sebagai kampung tua yang memiliki legalitas.
“Kami pengin meminta legalitas kampung tua yang ada di Rempang sesuai dengan apa yang ada di Kota Batam,” kata Ishak dan disambut tepuk tangan warga lainnya.
Soal usia tua kampung di sana, lanjutnya, bisa dibuktikan dengan berbagai prasasti dan peninggalan lainnya yang menunjukkan eksistensi kampung mereka bahkan sejak sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara Siti Hawa atau yang akrab dikenal Nenek Awe, menyampaikan bahwa mereka seperti tak mendapat keadilan selama dua tahun ini.
Ikon perjuangan Rempang itu mengungkapkan yang dialaminya, mulai dari patah tulang tangan hingga pentersangkaan dirinya pasca kejadian penyerangan kampung di sana oleh sekelompok orang. Pada akhirnya, polisi menghentikan penyidikan dan mencabut status tersangka Nenek Awe.
“Jadi pemerintah Batam ini tumpul di atas, tajam di bawah. Jadi bapak paham kan cakap saya ini,” kata perempuan Rempang yang berusia 67 tahun itu. (red)