BatamNow.com – Di masa tuanya sekarang, Siti Hawa alias Nenek Awe harus siap menghadapi pemeriksaan penyidik kepolisian buntut dari rangkaian peristiwa yang dilatarbelakangi perjuangan mempertahankan hak dan marwahnya di Pulau Rempang.
Dari Sembulang Hulu, Pulau Rempang ke Mapolresta Barelang di Batam, yang berjarak sekitarar 60 Km itu, rombongan Nenek Awe harus menyusuri Jalan Trans Barelang, dengan bus rombongan yang mereka tumpangi.
Nenek Awe yang berusia 67 tahun ini, datang memenuhi panggilan penyidik Polresta Barelang di Batam pada pagi Kamis (06/02/2025).
Dia bersama Sani Rio (37 tahun) dan Abu Bakar alias Pak Aceh (54 tahun) sesama warga Rempang, juga sebagai tersangka.

Ketiganya tiba di Mapolresta Barelang pada tengah hari. Mereka ditemani puluhan warga Rempang yang ingin memberi semangat.
Baru sekitar pukul 14.00, pemeriksaan terhadap Nenek Awe dimulai.
Nek Awe ditersangkakan dengan Pasal 333 KUHPidana tentang perampasan kemerdekaan seseorang. Sama dengan dua lainnya.
Ditemani Lembaga Bantuan Hukum (LBH), nenek 22 cucu dari 7 anak dari perkawinannya dengan suaminya Johari (70 tahun), dia diperiksa penyidik selama ±3 jam dari siang hingga pukul 17.00.
Diperiksa sebagai tersangka, Nenek Awe harus meninggalkan usaha kedai nasinya di Pelabuhan Sembulang demi menghadiri pemeriksaan terhadap dirinya.
Nenek Awe ditersangkakan oleh polisi dengan sangkaan merampas kemerdekaaan orang lain di peristiwa konflik Pulau Rempang dengan petugas PT Makmur Elok Graha (MEG) milik Tomy Winata pada 17 Desember 2024 itu.
Menurut Nenek Awe ke media, dia tak merasa bersalah di peristiwa itu.
Awalnya, kata Nek Awe, pada peristiwa itu petugas PT MEG yang ada di Sembulang diduga merusak spanduk simbol perjuangan milik warga Rempang.
Spanduk yang tertulis dengan narasi mempertahankan hak atas tanah adat mereka dari ancaman penggusuran oleh BP Batam.
Tetiba saja warga Rempang yang berjaga-jaga di Posko di sana, yang selama dua tahun dibayang- bayangi ancaman penggusuran paksa, mengetahui spanduknya yang dipajang mereka dirusak oleh orang tak dikenal.
Disebutkan, warga yang berada di posko penjagaan langsung mengejar pelaku yang melarikan diri ke hutan.
Setelah warga menemukan orang yang diduga pelaku pengerusakan spanduk, lalu dibawa ke posko yang ada di Kampung Sembulang Hulu.
Saat itulah Nek Awe diberitahu anaknya bahwa ada orang yang diamankan warga di posko tempat mereka berjaga-jaga selama ini.
Tak berselang lama, katanya, datang sejumlah orang tak dikenal menyerang warga Rempang yang ada di posko itu.
Beberapa warga pun mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya dan di bawa ke rumah sakit karena diduga mendapat tindak penganiayaan.
Dua dari pihak PT MEG juga ditetapkan penyidik menjadi tersangka.
Kejadian ini adalah buntut konflik tanah Pulau Rempang seluas 17 ribu hektare yang mulai gaduh sejak September 2023.
Masyarakat Melayu yang sudah sejak nenek moyang mereka tinggal di Rempang terancam digusur paksa, efek dari rencana pulau itu akan dijadikan Rempang Eco-City yang akan menampung industri pabrik kaca Xinyi dari Tiongkok.
Pulau Rempang pun ditetapkan pemerintah menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sejumlah masyarakat Melayu di 16 Kampung Tua, tetap bertahan tak mau digusur.
Mereka awalnya bukan menolak Rempang Eco-City, tapi meminta agar warga asli jangan digusur.
Sebelumnya sejumlah warga Rempang telah mengalami nasib yang sama hingga diadili karena tuduhan melakukan tindak kerusuhan pada demo di depan kantor BP Batam dua tahun lalu.
Iswandi alias Bang Long adalah salah satu dari beberapa warga memperjuangkan Rempang yang diadili dan sudah lama bebas.
Lalu kemudian merembet ke Nenek Awe dan dua lainnya yang hingga malam hari ini diperiksa penyidik Poresta Barelang dan disebut tidak ditahan.
Meski diperiksa selama 3 jam lebih, Nek Awe merasa hatinya lebih lega.
“Setelah diperiksa, hati nenek merasa lega, tidak ada lagi yang mengganjal dalam hati, lega lah rasanya,” ucap Nek Awe kepada BatamNow.com dengan wajah tersenyum, di lobi Polresta Barelang, Kamis (06/02/2025) malam.

Dan di malam hari ini mereka pun kembali menyusuri Jalan Trans Barelang sejauh 60 Km itu untuk pulang ke rumah di kampung masing-masing menunggu perkembangan selanjutnya. (Red)