BatamNow.com, Jakarta – Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, yang memasukkan kewajiban bagi mereka yang ingin menjualbelikan tanah atau rumah untuk memiliki BPJS Kesehatan menuai protes dari berbagai kalangan.
“Jika kepemilikan BPJS Kesehatan diwajibkan sebagai syarat balik nama atau transaksi jual-beli tanah dan rumah, itu berlebihan. Sangat tidak tepat aturan itu dicantolkan ke dalam kewenangan PPAT dalam membuat akta (8 jenis akta PPAT),” kata Djohari Notaris/PPAT di Kota Batam, Kepulauan Riau, kepada BatamNow.com, Senin (21/02/2022).
Bukan saja berlebihan, kata Djohari, tapi juga tidak sinkron dengan aturan yang berlaku sebelumnya yakni, PP 37/1998 tentang jabatan PPAT jo PP 24/1997 tentang pendaftaran tanah serta aturan turunannya.
Selain itu juga, sambungnya, bila dipaksakan terindikasi melanggar asas Staat fundamental norm, ajaran Hans Kelsen, yakni aturan yang lebih rendah (Inpres) tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi (PP).
“Bijaknya, aturan ini ditinjau kembali atau dijadikan semacam anjuran saja dengan masa sosialisasi lebih lama (paling tidak 3 bulan atau sampai dengan Juni 2022),” sarannya.
Djohari menambahkan, bila melihat wabah Covid-19, dengan varian barunya Omicron yang kian meluas di Indonesia, upaya pemerintah agar warganya memiliki asuransi kesehatan adalah tepat. Namun, tidak lantas dimasukkan sebagai syarat dalam transaksi jual-beli tanah dan rumah.
“Optimalisasi pelaksanaan jaminan kesehatan nasional itu penting. Mungkin aturan terkait dengan itu hanya butuh sosialisasi lebih masif saja,” pungkasnya. (RN)