BatamNow.com – Beredar salinan draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membolehkan pasir laut dapat diekspor lagi setelah vakum hampir 20 tahun.
Sumber BatamNow.com di lingkaran Sekretariat Negara di Jakarta belum bisa memastikan keabsahan draf RPP itu meski sudah mendengar isunya.
Sementara beberapa pemilik izin usaha pasir laut di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) membenarkan beredarnya draf RPP itu.
Bahkan dari mereka ada yang mengaku dapat bocoran bahwa draf RPP itu sudah di meja Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Sejak November 2021, kabarnya sudah ada di meja presiden, meski belum ada kejelasan hingga kini,” kata sumber yang tidak mau disebut namanya.
Ketentuan pada Pasal 2 ayat (1) huruf (f), Bab II draf RPP yang beredar itu menyebut: Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan material untuk negara lain, sepanjang tidak merugikan NKRI.
Penelusuran BatamNow.com, beredarnya draf RPP ekspor pasir laut itu agak mencengangkan beberapa pihak.
Musababnya, draf RPP yang beredar itu seakan bertolak belakang dari kebijakan pemerintah terdahulu.
“Kalau draf RPP yang beredar itu benar dari pemerintah, ya kaget juga. Artinya kekhawatiran dari dampak buruk alam sebagaimana dijelaskan dalam kebijakan pemerintah terdahulu agak keliru,” kata pemerhati lingkungan di Kepri, Ahmad Sobirin SH.
“Pemanfaatan Hasil Sedimentasi di Laut” itulah judul di draf RPP itu. Maksud dan tujuannya sama dan sangat sederhana: mengeruk sedimentasi pasir laut lalu diekspor, paling tidak sebagian. “Ya tetaplah sasarannya keruk pasir laut. Kan kalau hasil dari pengerukan sedimentasi itu, semisal lumpur Singapura pasti tak akan membelinya,” ujar para pengusaha pasir di sini.
Di era Presiden Megawati Soekarno Putri, baik eksploitasi pasir laut maupun dengan alasan semacam pemanfaatan sedimentasi hasil keruk, dilarang. Apalagi berorientasi ekspor.
Pelarangan itu lewat Surat Keputusan Bersama Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, SKB.07/MEN/2002, 01/MENLH/2/2022 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Pasal 2 ayat (1) SKB tiga menteri itu berbunyi, “Ekspor pasir laut dihentikan sementara dari seluruh wilayah negara Republik Indonesia.”
Keruk Laut Kerusakan Buat Ekosistem Pesisir
Dulu, alasan mendasar pelarangan itu karena pemerintah menemukan kegiatan penambangan, pengerukan, pengangkutan, dan perdagangan pasir laut, berlangsung tidak terkendali. Apalagi telah menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Terjadi keterpurukan nelayan dan pembudidaya ikan.
Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga masih melarang ekspor pasir laut. Larangan itu, paling tidak, lewat SK Menperindag Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Alasan riilnya, dampak kerusakan lingkungannya lebih ekstrem lagi. Disebut tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia sebagai akibat penambangan pasir.
Sedangkan era Presiden Soeharto hingga Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ekspor pasir laut khusus dari Kepri, jor-joran ke Singapura selama bertahun-tahun untuk keperluan reklamasi darat Negeri Singa itu.
Tak pelak, luas daratan Singapura yang awalnya sekitar 581 kilometer² bertambah sekitar 23 persen sejak negara itu merdeka tahun 1965 dan per 2015 luasnya menjadi 719 km² karena melakukan reklamasi. Direncanakan bertambah lagi sekitar 100 km² hingga tahun 2030.
Sebagian besar pasir laut bahan reklamasi darat Singapura dipasok dari laut Provinsi Kepri.
Belum diperoleh angka pasti berapa miliar m³ pasir laut Kepri yang diekspor ke Singapura, pada pemerintahan Orba. Demikian juga devisa yang diperoleh dari hasil ekspor pasir laut itu. Tapi yang jelas darat Singapura bertambah sekitar 23 persen dari sebelumnya berkat hasil reklamasi pasir laut dari Kepri.
Provinsi Kepri memiliki luas lautan 241 ribu km² (96%) dari 251 ribu km² lebih total wilayahnya. Sedangkan daratan seluas 10 ribu km² lebih (4%), dan panjang garis pantai 2.367,6 km.
Dengan kondisi demikian, Provinsi Kepri tentunya menyimpan potensi kelautan, khususnya pasir laut.
Bukan hanya ketersediaan pasir laut ini yang seksi itu, jarak antar Kepri dengan negara tetangga menjadi faktor yang menguntungkan bagi Singapura dari aspek biaya dan jarak angkutnya. Antara Singapura dan Kepri hanya sepelemparan batu.
Beda misalnya jarak antara negara ASEAN lainnya seperti Kamboja dan Myanmar (Burma).
Singapura sempat mengimpor pasir dari Burma dan Kamboja ketika Indonesia menutup pintu ekspor pasir laut. Namun kemudian kedua negara tetangga itu pun kabarnya melarang eksploitasi pasir laut negaranya, apalagi dengan tujuan ekspor.
Itu makanya harapan satu-satunya oleh Singapura kembali melirik pasir laut dari Kepri karena beberapa faktor yang lebih menguntungkan.
Data belum terklarifikasi yang diperoleh media ini, bahwa kebutuhan Singapura ke depan akan pasir laut diperkirakan 7,5 miliar m³. Kebutuhan sebanyak itu untuk mereklamasi daratnya dan bumi Singapura akan semakin bongsor.
Sementara harga pasir laut kualitas ekspor di pasar internasional sekarang sekitar SGD 21 per m³.
Tengah Perbincangan para Juragan Pasir Laut
Kembali ke draf RPP itu. Tengah dalam perbincangan hangat, khususnya di kalangan para “juragan” pasir laut asal Kepri.
Semakin kencang dibincangkan, apalagi pasca diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022. Perpres tentang pendelegasian kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah provinsi atas penerbitan izin usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Pendelegasian itu berlaku sejak Perpres 55/2022 itu diteken Presiden Jokowi dan diundangkan 11 April 2022.
Dan isu ekspor pasir laut ini lebih ramai lagi karena dikaitkan dengan kehadiran KKP di daerah yang menyiapkan gerai pelayanan izin pemanfaatan ruang laut di Batam.
Berita media ini pada Minggu (17/04), Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuka gerai informasi dan perizinan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) di Batam, Kepri.
Tujuannya, menurut pihak KKP, guna mendorong terciptanya iklim investasi, termasuk pengelolaan ruang laut. Salah satu “harta karun” bawah laut itu adalah pasir.
Mengenai perkembangan berita kebijakan pemerintah akan pasir laut, update terus di BatamNow.com. (Red/D)