BatamNow.com – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Batam resmi melaporkan dugaan tindak pindana korupsi di lembaga KPU Kota Batam ke Aparat Penegak Hukum (APH) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada Senin (25/11/2024).
Melalui konferensi pers setelah laporan resmi dilayangkan, Riyan Prayogi selalu Ketua PC PMII Kota Batam menduga terdapat indikasi perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum Sekretariat dan oknum KPU Batam sebagai penyelenggara lelang tender distribusi logistik pada Pemilu dan Pilkada 2024.
Selanjutnya, Riyan mengatakan bahwa ada tiga poin penting dalam laporan yang telah PMII layangkan secara resmi kepada Polresta Barelang dan Kejari Batam.
Pertama, adanya dugaan manipulasi / mark up harga pada tender jasa pengangkutan distribusi logistik yang diduga dilakukan oleh pemenang tender maupun penyelenggara tender.
Dalam lelang tender jasa distribusi logistik Pemilu 2024 di Februari 2024, PT Pos Indonesia selaku pemenang tender memasukkan angka Rp 12.000 (PP).
Namun lelang berikutnya, pada Pilkada 2024 di bulan November 2024, PT Pos Indonesia selaku Pemenang memasukkan angka 28.000 (PP) dan tetap jadi pemenang tender. Pelelangan yang sama dimenangkan oleh peserta yang sama yaitu PT Pos Indonesia.
Di sini lah dinilai letak keanehannya, adanya kenaikan drastis biaya logistik pada Pilkada 2024, dimana harga minyak tidak berubah drastis namun lelang naik hingga ratusan persen tapi tetap menjadi pemenang tender.
Kedua, adanya dugaan potensi KKN pada lelang tender jasa distribusi logistik oleh oknum penyelenggara lelang. Pada Februari 2024, tender lelang jasa distribusi logistik dilakukan saat menjelang Pemilu 2024.
Angka yang ditawarkan Persero Batam pada saat itu Rp 3.346.008.400, sedangkan PT Pos Indonesia Rp 3.461.338.000. Terdapat selisih harga sebesar Rp 115.379.600. PT Pos Indonesia jauh lebih tinggi menawarkan harga, memenangkan tender tersebut.
Lalu pada November 2024, tender lelang jasa distribusi logistik dilakukan saat menjelang Pilkada 2024, . Angka yang ditawarkan Persero Batam Rp 1.748.300.000, sedangkan PT Pos Indonesia menawarkan angka Rp 2.194.332.000. Terdapat selisih harga sebesar Rp 446.032.000, PT Pos Indonesia jauh lebih tinggi.
Disebutkan bahwa angka pemenang tender adalah Rp.1.670.000.000, artinya ada selisih Rp 524.332.000 dari penawaran PT Pos Indonesia dan selisih Rp 78.300.000 oleh Persero Batam. Namun lagi-lagi, tender dimenangkan oleh PT Pos Indonesia.
Selanjutnya, untuk tender di Pilkada pada November 2024 ini, PT Persero Batam menggunakan hitungan dalam jumlah meter kubik m³(). Sementara PT Pos Indonessia menggunakan hitungan dalam satuan kilogram (Kg).
Menurut surat edaran yang dilayangkan ke peserta tender, jelas menyebutkan hitungan berdasarkan jumlah m³ bukan Kg. “Pertanyaan kami, dari mana PT Pos dapat data Kg kalau tidak terjadi komunikasi intens sepihak yang dilakukan oleh penyelenggara,” ujarnya.
Ketiga, adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum KPU yang mengkoordinir Panitia Pemilihan Kecamatan untuk mendistribusikan logistik hingga ke TPS.
“Pertanyaannya kami, apa peran oknum KPU ngurusin urusan si pemenang tender? Bahkan menurut informasi di lapangan, setelah dikonsolidir oknum KPU Batam, pihak PPK ditugaskan untuk mendistribusikan logistik Pilkada 2024. PT Pos selaku pemenang tender malah justru hanya sebagai pengawas yang bertugas mengumpulkan dokumentasi untuk pelaporan atas distribusi logistik sudah tersalurkan, seolah PT Pos hanya meminjamkan perusahaannya untuk dipakai dalam tender yang dioperasikan oleh oknum,” terang Riyan..
Lebih parah, lanjutnya, mereka mendapatkan informasi bahwa Panitia Pemilihan Kecamatan yang ditugaskan hanya diberikan “upah” sekitar Rp 200.000 per TPS untuk di mainland, sedangkan untuk yang di hinterland sekitar Rp 600.000/ per TPS. “Jika dikalikan 1.821 TPS di Kota Batam, maka anggaran yang diserap hanya Rp 364 juta, selisih keuntungan Rp 1,3 M. Pertanyaan mereka, proyek pemerintah mana yang ada dengan keuntungan 80% seperti ini? Padahal anggaran realisasi dalam tender bisa menghabiskan dana hingga Rp 900.000-an per TPS,” tandasnya.
Dari hasil kajian inilah muncul dugaan mark up harga oleh pemenang tender, dugaan KKN oleh penyelenggara tender, serta dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum KPU Kota Batam.
Menurut kesimpulan laporan, perbuatan melawan hukum ini tidak mungkin dilakukan jika tidak adanya bagi-bagi jatah proyek yang sudah ditetapkan siapa mengurusi apa dan dapat berapa. “Di sini ingin kami tegaskan bahwa yang sedang mereka urus ini uang negara dan yang berurusan adalah pejabat negara, semua ada aturannya,” tegas Riyan Prayogi.
Riyan Prayogi selaku Ketua Cabang PMII Kota Batam menuturkan, laporan yang dilayangkan itu bentuk perhatian terhadap komitmen mendorong pemberantasan korupsi.
“Ini bentuk inisiatif kita sebagai mahasiswa untuk turut mendorong pemberantasan korupsi agar dapat diberantas setuntas-tuntasnya, agar tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi terwujud, khususnya di lembaga KPU Batam,” pungkas Riyan.
Di tempat yang sama, Dedy Wahyudi Hasibuan salaku Demisioner Ketua PC PMII Kota Batam yang turut mendampingi, berharap agar seluruh pelaku yang terlibat dapat di proses secara hukum.
“Kita percaya APH dapat memproses secara proporsional dan dapat mengusut seluruh pelaku yang terlibat agar memberikan efek jera,” ucap Dedy.
Dia pun menambahkan akan membuat laporan resmi ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Secepatnya akan kita laporkan karena ada potensi dugaan pelanggaran etik, secara paralel pidana dan etik kita kejar,” tutup Dedy. (A)