BatamNow.com, Jakarta – Sejatinya, minuman beralkohol (minol) impor diperbolehkan beredar di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Itu pun dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan dimaksud. Dengan kata lain, kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas bukan justru menjadi pintu masuk minuman beralkohol impor untuk selanjutnya diedarkan ke tempat-tempat lain. Ini sejalan dengan Pasal 11 ayat (2) Permendag Nomor 25 Tahun 2019.
Tak hanya itu, pemerintah dengan tegas melakukan pengawasan terhadap peredaran minol impor, seperti tertera pada Permendag Nomor 47 Tahun 2018, di mana Pasal 34 berbunyi: “Dalam hal diperlukan atau diperoleh informasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Dirjen PDN, Dirjen PKTN, dan/atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kab/Kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol”. Itu artinya, terkait penjualan dan peredaran minol impor dilakukan secara berjamaah.
Wilayah Batam di Kepulauan Riau, berdasarkan PP 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Bebas, disebutkan bahwa Batam, Bintan dan Karimun masuk ke dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Dengan kata lain, Batam termasuk extra ordinary zone, yang mana diizinkan masuk dan beredar minol impor.
“Tidak ada kuota khusus, baik untuk minuman beralkohol golongan A, B, atau C. Hanya saja, bagi pengedar minol golongan A harus mendapat izin dari Pemerintah Pusat, sementara golongan B dan C, izinnya dikeluarkan Pemerintah Daerah,” terang Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan kepada BatamNow.com, beberapa waktu lalu.
Untuk menjaga agar minuman beralkohol impor ini tidak keluar dari kawasan perdagangan bebas, kata Oke, sesuai Permendag Nomor 47 Tahun 2018 Pasal 33 dilakukan pengawasan bersama-sama, khususnya pemerintah daerah bekerja sama dengan Dirjen Bea dan Cukai.
Faktanya, ada begitu banyak jenis minol impor yang masuk melalui Batam, baik yang legal maupun ilegal. Tak hanya beredar di Batam, tapi juga dikirim ke sejumlah daerah. Bahkan, kabarnya sampai ke Jakarta. Seolah Batam dijadikan pintu masuk minol, terutama yang ilegal. Lalu, kemana aparat keamanan dan pemerintah? Diduga, ada oknum-oknum yang sengaja meloloskan, bahkan mem-backing kegiatan tersebut sehingga berjalan mulus selama ini.
Menurut Oke, bila ditemukan demikian, maka tindakan yang akan diambil adalah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait sesuai Permendag Nomor 47 Tahun 2018 Pasal 34 yang berbunyi: “Dalam hal diperlukan atau diperoleh informasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Dirjen PDN, Dirjen PKTN, dan/atau Kepala Dinas Provinsi atau Kepala Dinas Kab/Kota secara sendiri-sendiri atau bersama-sama melakukan pengawasan peredaran dan penjualan minuman beralkohol”.
Persoalan ini bak gunung es. Kalaupun ada satu dua yang pernah terungkap, namun yang bisa lolos masih jauh lebih banyak. Banyak pihak menilai political will aparat keamanan dan pemerintah masih sangat kurang. Menjadi sangat kurang ketika justru pembiaran itu dilakukan lantaran ada fulus-fulus yang menggiurkan didapat.
Pengawasan peredaran minol, terkhusus di Batam dan daerah-daerah lainnya belum maksimal dijalankan. Koordinasi di antara sesama ‘pengawas’ dirasa masih lemah.
Menurut Oke, salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah membuat Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur peredaran minuman beralkohol. “Ini merupakan salah satu upaya untuk pengendalian peredaran minuman beralkohol secara bebas,” tukasnya.
Dia mencontohkan, untuk konsumen yang boleh membeli minuman beralkohol harus menunjukkan KTP dan berusia di atas 21 tahun. “Selain peraturan, peran masyarakat dan tokoh agama juga penting untuk mengawasi peredaran minol dengan lebih banyak mengadakan kegiatan bagi para warganya dan membatasi jam keluar malam,” pungkas Oke. (RN)