BatamNow.com – Permasalahan lahan di Kota Batam, ‘tak kunjung usai’.
Masih bergulir masalahnya di Pulau Rempang dan di tempat lainnya di Batam, kini menimpa warga di Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang.
Lahan warga mayoritas sebagai petani dan peternak yang sudah lama menggarap lahan secara turun temurun terancam diusir paksa.
Penulusuran BatamNow.com di lapangan, Raul yang tinggal di Sungai Nek, RT 01/ RW 02 menyebutkan bahwa ancaman penggusuran lahan garapan mereka itu sudah berjalan sekitar satu tahun lebih.
Mulai awal tahun 2024 beberapa orang yang mengaku sebagai perwakilan satu perusahaan mendatangi para warga secara “door to door” dan tanpa didampingi oleh perangkat daerah, seperti ketua RT, RW serta lurah.
“Mereka mendatangi kami satu per satu, dari pintu ke pintu dan tidak menggunakan perangkat daerah dan kami tidak pernah diundang untuk musyawarah bicara secara baik-baik,” kata Raul kepada BatamNow.com di teras rumahnya, pada Minggu (13/04/2025), didampingi beberapa warga.
Namun anehnya, kata Raul, saat para perwakilan perusahaan itu mendatangi warga secara “door to door”, mereka mengaku bukan dari PT KAP melainkan dari PT lain bernama Karunia.
“Di awal tahun 2024 itu mereka datang bukan PT Karsa, melainkan PT Karunia,” ucap Raul.
Menurutnya lagi, tindakan penggusuran warga itu tidak diketahui oleh Lurah Setokok.
“Waktu saya ngobrol sama pak RW, ia mengatakan tak mungkin lah pak lurah tidak tahu, lalu kemudian saya tanya langsung ke Pak lurah, juga mengaku tidak tahu,” jelas Raul.
Selain Raul, terdapat sekitar 7 warga lagi yang mempertahankan lahannya dan selama hampir satu tahun ini warga masih tetap mempertahankan lahan tempat tinggal dan kebunnya dan tak mau digusur.
Raul mengungkapakan, mereka kerap mendapat tekanan bahkan intimidasi dari para oknum yang mengaku suruhan perusahaan.
“Akses jalan tanah ke rumah kami sudah 2 kali ditutup dengan cara menimbunnya dengan gundukan tanah. Waktu jalan kami ditutup pertama, pak lurah masih respons, dan kita desak para pekerja dari perusahaan itu untuk membuka jalan yang mereka tutup itu, akhirnya mereka buka, kemudian untuk membuka yang kedua kalinya itu menggunakan biaya pribadi saya,” jelas Rahul.
Harapan Warga yang Masih Bertahan
Raul sudah menghuni lahan tersebut sejak tahun 1995 yang ia peroleh dari ayahnya dengan surat Alas Hak.
Adapun defenisi surat Alas Hak ialah surat keterangan mengenai objek atau tanda bukti atas kepemilikan lahan/tanah yang dibuat atas permintaan atau permohonan masyarakat yang diterbitkan kantor kelurahan atau desa di mana objek tanah yang dimohonkan.
“Kami sudah menghuni ini dari kakek kami, kemudian turun ke bapak kami lalu ke kami,” jelas Raul.
Ia pun berharap lahannya itu masih bisa dipertahankan, serta mengikuti peraturan pemerintah dengan mengurus PL serta membayar Uang Wajib Tahunan (UWT).
“Kami berharap, kalau memang pemerintah menetapkan aturan seperti itu, kami siap, istilahnya jual harta, jual apa, untuk mendapatkan PL dan membayar UWT, kalau memang Pemerintah bilang ini investasi untuk kemajuan Kota Batam, ya kita bicarakan dengan baik-baik jangan main intimidasi, apakah kami direlokasi atau bagaimana harus ada kesepakatan,” ucapnya.
BP Batam Tak Pernah Sosialisi ke Warga Terdampak
Selama hampir satu tahun pihak perusahaan yang mengklaim memiliki PL lahan, namun pihak BP Batam belum pernah menjumpai para warga yang bermukim di Sungai Nek tersebut.
“Boro-boro mau jumpai kami, mau masukkan surat saja kami ke BP Batam hampir-hampir ditolak. Saya bilang kalau ini nggak diterima bisa ribut ini, dan jawaban pihak BP Batam ‘udah jangan ganggu lagi lah, itu udah PL orang’, katanya gitu, ketika saya minta PL perusahaan yang mengaku mendapat alokasi,” jelas Raul.
“Itu privasi,” kata pegawai di bagian pertanahan saat Raul mengirimkan surat ke BP Batam.
Pengakuan Akhmad Rosano yang mengklaim sebagai kuasa PT Karsa Adhitama Persada (KAP), sebagaimana disampaikan ke media, bahwa perusahaan telah mendapat alokasi lahan di Setokok itu sejak tahun 2023 dengan Penetapan Lokasi (PL) Nomor 223100694, seluas sekitar 105 hektare.
Rosano menyebut lagi bahwa lahan tersebut akan dibangun proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau solar cell, dan masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
Namun, saat dikonfirmasi BatamNow.com soal keabsahan klaim tersebut—apakah sudah memiliki dasar hukum atau tercantum dalam SK PSN secara resmi dari pemerintah—Rosano tidak memberikan jawaban, hanya menanyakan identitas penanya. (A/H)