BatamNow.com – Terendus modus, dimana kepala daerah dibodohi dalam setiap pengajuan anggaran daerah pada APBD, setiap tahun.
Siapa yang membodohi?
Soal itu terungkap pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2021, yang dilakukan secara virtual, Selasa (04/05/2021).
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengendus adanya modus membodohi kepala daerah itu, sebagaimana dikutip BatamNow.com dari kanal resmi YouTube Bappenas RI.
Awalnya, Tito, di sesi bicara Musrenbangnas itu, mempermasalahkan kecilnya porsi alokasi belanja modal di daerah dalam APBD.
Sehingga pembangunan di daerah berantakan dan banyak praktik tak benar.
Selama ini, katanya, dalam penyusunan anggaran di daerah lebih dominan belanja pegawai dan operasional. Sedangkan belanja modal sangat kecil.
Kata Tito, ada belanja modal hanya 12 persen dan itu sangat menyedihkan.
Mengapa itu bisa terjadi?
Kata Tito, karena kepala daerahnya tidak tahu. “Apa yang diajukan Bappeda, kemudian Sekda, ya diteken kepala daerah, asal apa yang dititipkan oleh kepala daerah terakomodir di dalam,” begitu kata Tito.
“Jadi, kepala daerah apalagi kepala daerah yang masih baru jangan mau juga dibodohi,” ujar Tito lagi.
Lantas mantan Kapolri itu meminta para kepala daerah membuat tim khusus, tim teknis untuk penyusunan RKP, APBD dan lain-lain.
Rakor ke Rakor Berujung Bagi-bagi Honor
Tito juga menceritakan bahwa dia dengan timnya sudah keliling ke beberapa daerah.
“Saya nggak ingin sebutkan, tidak enak. Hampir semua daerah itu proporsi belanja modalnya kecil. Belanja modal itu belanja yang langsung ke masyarakat baik untuk pendidikan, kesehatan dan lain-lain,” katanya sambil menyampaikan keprihatinannya.
Dia jelaskan lagi kebiasaan para pegawai hanya rapat ke rapat saja.
“Ada rapat penguatan ini, penguatan itu, tapi dari dulu tak kuat-kuat. Padahal ujung-ujungnya bagi-bagi honor,” tambah Tito.
Lantas berapa besaran porsi belanja modal dibanding operasi pegawai yang sangat besar itu?
Menurut Tito, porsi belanja pegawai dan operasional di daerah sangat dominan atau 70 persen bahkan ada yang sampai 88 persen.
Dengan porsi anggaran seperti itu, kata Tito, dianggap tidak menggerakkan ekonomi di daerah.
Apalagi, termasuk di dalamnya belanja operasional yang ujungnya untuk dibagi-bagi pegawai juga.
Ada lagi disebut praktik belanja besar itu dengan bikin acara rapat ke rapat yang bermodus bagi-bagi honor.
“Penguatan terus dengan rakor, rakor, rakor juga isinya honor,” Tito menjelaskan.
Akibatnya digambarkan Tito, di daerah jalan-jalan rusak, sampah bertebaran, pembanguan berantakan dan sebagainya.
“Karena apa, karena belanja modalnya kecil. Ada yang saya cek belanja modalnya cuma 12%. Artinya belanja operasionalnya itu lebih kurang 88%,” tuturnya.
Lantas Tito meminta ke daerah dalam penyusunan APBD agar porsi belanja modal ditingkatkan. ”Kalau bisa 30 sampai 40 persen,” pintanya.
Tito pun membuat contoh ketika Presiden Jokowi sebagai Wali Kota Solo yang mampu menganggarkan belanja modal hingga 45 persen.(*/red)