BatamNow.com – Warga Pulau Rempang dan Galang (Relang) bersikukuh menolak relokasi kampung mereka atas masuknya PT Makmur Elok Graha (MEG) mengelola pulau di sana.
Penolakan disampaikan para tokoh masyarakat Relang, di hadapan utusan dari PT MEG yang menemui mereka, Rabu (26/04/2023).
Para tokoh masyarakat berjumlah lebih dari sepuluh orang berdiskusi sekitar tiga jam dengan perwakilan PT MEG di Rumah Makan Pamela “Prasmanan” di Simpang Pantai Melayu, Rempang.
Pertemuan itu juga dipantau wartawan BatamNow.com. Sepanjang diskusi terungkap, warga asli di sana akan terdampak dengan rencana dan konsep pengembangan pulau itu oleh PT MEG perusahaan milik Tomy Winata.
Hadi, perwakilan anak perusahaan Artha Graha Group yang hadir dalam pertemuan mengungkapkan PT MEG tidak akan menggusur warga namun menata dan merelokasi sesuai dengan rencana tata ruang yang ditentukan Pemko ataupun BP Batam.
Ihwal rencana relokasi itu lah yang memantik kegusaran perwakilan warga yang hadir. Membuat hati para tokoh masyarakat di sana seperti “mendidih” sehingga dengan keras menolak relokasi warga dan kampungnya.
Sebelumnya mereka tegaskan, “Penghinaan sangat besar jika warga dan kampung mereka digusur”.
Mereka sebenarnya tidak keberatan kalau PT MEG mau berinvestasi dengan segala konsepnya di Pulau Rempang.
Namun ditegaskan warga di sana, wajib merawat kultur dan kearifan lokal dimana hak mereka sebagai warga negara tetap tegak sebagaimana selama ini.
“Kalau memang digusur atau direlokasi, kami akan menolak dengan cara apa pun,” tegas Suardi.
Dijelaskannya, mereka sudah turun-temurun tinggal di tanah (kampung) dan rumah yang sampai saat ini belum jelas legalitasnya oleh pemerintah.
Untuk itu, ujar mereka, warga asli di sana wajib merawat atau melestarikan kuktur dan kearifan lokal sebagai warga Indonesia yang dijamin negara lewat undang-undang.
“Kami tinggal di sana, kami hidup di sana, kami beranak cucu di sana, kuburan nenek moyang kami di sana, sayur mayur yang dikonsumsi warga Batam sebagian bersumber dari kebun yang kami kelola, artinya ada kehidupan manusia di sini, jadi kami tidak setuju jika kampung dan tanah kami akan digusur, jika digusur artinya punah lah budaya kultur dan kearifan lokal yang sejak zaman dulu kental dengan budaya Melayu khususnya di Rempang dan Pulau Galang,” kata Suardi.
Selain menolak relokasi apalagi penggusuran, satu organisasi masyarakat di sana baru terbentuk. Tujuannya untuk mewadahi kekerabatan warga di sana.
Organisasi itu bernama Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (KERAMAT).
“Atas nama KERAMAT, warga mengusulkan agar PT MEG bersama warga supaya membuat dan menandatangani beberapa poin PAKTA INTEGRITAS untuk melindungi warga dan kampung-kampung mereka di Pulau Rempang dan Galang sehingga tak terkena dampak proyek para investor,” tegas Suardi warga Rempang.
Pak Integritas itu, lanjutnya, harus dibuat dengan melibatkan perwakilan warga Rempang-Galang yang diantaranya juga tergabung dalam KERAMAT. “Saya berharap tidak sepihak membuatnya karena itu menyangkut kelangsungan hidup,” pintanya.
Selain menuntut Pakta Integritas, warga dan tokoh masyarakat akan berangkat ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi untuk mengadukan “ancaman” relokasi itu.
“Kami akan berupaya menemui Presiden Jokowi maupun pak Airlangga agar masalah Rempang menjadi perhatian pemerintah atau presiden terkait kehadiran PT MEG sebagai mitra BP Batam masuk di Rempang, Galang dengan segala janji dan konsepnya,” ujarnya. (tim)