BatamNow.com – Isu premanisme kembali mencuat secara nasional.
Di Kota Batam, persoalan ini turut menjadi sorotan, terutama dalam sektor parkir tepi jalan umum yang disebut-sebut telah lama dikuasai oleh jaringan preman, baik yang berkedok ormas maupun yang bekerja secara informal.
Akademisi dan analis kebijakan publik, Direktur Eksekutif Batam Labour and Public Policies, Rikson Tampubolon SE MSi, menilai bahwa permasalahan parkir di Batam merupakan penyakit lama yang terus dibiarkan tanpa penyelesaian berarti.
“Premanisme dalam pengelolaan parkir adalah penyakit lama yang dibiarkan mengakar karena lemahnya kepemimpinan dan rendahnya keberanian dalam penegakan aturan,” ujar Rikson, alumnus Magister Perencanaan Wilayah Universitas Sumatera Utara, kepada BatamNow.com.

Ia menyoroti data peningkatan pendapatan parkir Kota Batam yang naik sekitar 36 persen pada 2024 dibanding 2023.
Namun menurutnya, bila dikelola profesional dan transparan, pendapatan dari sektor ini seharusnya bisa naik dua hingga tiga kali lipat.
“Kalau dikelola dengan baik, pendapatan bisa lebih besar. Tapi kenyataannya, preman—baik yang ‘ternakan’ oknum Dishub maupun yang menyusup secara informal—masih mendominasi,” tegas Rikson.
Ia juga mengingatkan bahwa pengakuan mantan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, tentang keberadaan preman parkir menunjukkan adanya pembiaran struktural dalam tata kelola sektor ini.
“Ini bukan sekadar soal teknis, tapi soal political will yang lemah dari pucuk pimpinan—mulai dari Kepala UPTD, Kabid Perparkiran, Kadishub, hingga Wali Kota. Sudah saatnya kita mengevaluasi keseluruhan kepemimpinan dalam sektor ini,” katanya.

Satgas Bukan Solusi Kosmetik
Rikson mengingatkan agar pemerintah tidak menjadikan pembentukan Satgas sebagai solusi ‘kosmetik’ yang justru menutupi kelemahan sistemik. Ia bahkan menduga adanya permainan oknum di balik kekacauan sistem parkir di Batam.
“Yang dibutuhkan adalah standarisasi juru parkir resmi, pelatihan tenaga legal, penggunaan seragam dan identitas jelas, SOP kerja yang baku, serta jaminan tarif dan keamanan bagi masyarakat,” tambahnya.
Ia juga membandingkan kondisi Batam dengan Singapura dan Johor Bahru yang memiliki sistem parkir tertib tanpa praktik pungli. “Di sana tak ada juru parkir liar, apalagi pungutan tanpa karcis. Kita semestinya malu,” ujarnya.
Desakan LI-Tipikor
Senada dengan Rikson, Ketua DPP Kepri Lembaga Investigasi Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara (LI-Tipikor), Panahatan SH, turut mendesak agar Pemko Batam segera mengambil langkah tegas.
“Saatnya pemimpin baru Batam menertibkan aturan dan menindak tegas praktik premanisme parkir serta bentuk premanisme lainnya jika ada,” katanya.
Menurutnya, pengoptimalan pendapatan daerah dari sektor retribusi parkir hanya bisa dilakukan jika keberadaan preman benar-benar diberantas dan pengawasan diperketat. (H/Red)