BatamNow.com – DPRD Kota Batam akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam bersama UPTD Parkir.
Ketua Komisi 3 DPRD Kota Batam Muhammad Rudi ST menyampaikan itu ke wartawan media ini pada Senin (28/10/2024).
Masalah kekinian yang mendesak diadakannya RDP ini, masih banyaknya sorotan terhadap pelayanan pengelolaan perparkiran di Batam yang dirasakan masyarakat masih buruk.
Masalah karcis parkir yang tak dijalankan jukir sesuai aturan sudah menjadi isu lama yang hingga kini pelanggaran ini masih berlangsung dan tak kunjung dapat ditertibkan Dishub Batam.
“Banyak bentuk pelayanan lain yang disorot publik di pengelolaan perparkiran di Batam,” ujar Rusminiaty, wanita politisi Provinsi Kepulauan Riau.
Selain itu, ada temuan signifikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang penerapan parkir mandiri yang belum diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwako) Batam.
Parkir mandiri seperti di halaman ritel modern yang sistem maupun mekanisme penerapannya tak punya aturan yang baku.
Siapa yang menentukan besaran borongan tarif parkir mandiri yang dibebankan ke pengusaha ritel modern.

Kriteria wajib retribusi (WR) parkir dan penerapan lainnya yang tak ada aturan bakunya alias diterapkan seperti suka-suka.
Disetor langsung ke kas daerah kah retribusi parkir oleh pemilik ritel atau disetor manual ke petugas pemungut dari Dishub?
“Ini kami lihat tak transparan dan patut diduga terjadi penyalahgunaan keuangan yang berpotensi pada kebocoran keuangan negara,” ujar Sutami, konsumen pengguna fasilitas parkir yang ditemui media ini di kawasan Nagoya.
Selain Sutami, beberapa konsumen pengguna fasilitas parkir tepi jalan umum juga mengetengahkan protesnya ke wartawan media ini.
Pantauan BatamNow.com, beberapa subjek baru retribusi parkir, bertumbuh pesat jumlah kendaraan roda 2 dan 4 di Batam yang mencapai sejuta unit, tapi realisasi penerimaan dari parkir tepi jalan umum tak mencapai target pada tahun 2023.
Dari target anggaran Rp 17 miliar hanya terealisasi Rp 4 miliar lebih.
Dan kemungkinan besar pendapatan penerimaan PAD Kota Batam dari retribusi parkir untuk tahun 2024 pun masih jauh di bawah target, meski tarif parkir tepi jalan umum sudah dinaikkan 100 persen sejak awal tahun 2024, yang diprotes keras masyarakat pengguna fasilitas parkir itu.
Mengapa tidak pernah mencapai target. Bagaimana sebenarnya sistem lintas keuangan yang dilakukan dalam perparkiran ini.
Apakah akuntabel dan transparan sesuai ketantuan peraturan yang ada?
Adanya dugaan kerugian keuangan negara dalam pengelolaan parkir tapi juga membebani masyarakat, itulah yang mendorong DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Apratur Negara melapokan Dishub Batam ke Kejaksaan Negeri Batam pada bulan ini.
Menurut Ketua LI-Tipikor Kepri, Panahatan SH, dasar laporan ke Kejari itu terkait temuan BPK Kepri atas laporan keuangan Pemko Batam tahun 2023.
Adapun temuan dalam LHP BPK, bahwa hasil analisis auditor BPK atas catatan Bendahara Penerimaan Dishub hingga ke seluruh jukir di Batam, realisasi pendapatan retribusi parkir tepi jalan umum tahun 2023 sebesar Rp 11,6 M.
Sementara realisasi pendapatan retribusi parkir tepi jalan umum yang dilaporkan dalam kas daerah sebesar Rp 4,6 M.
Tentu selisih ini menjadi pertanyaan, ke mana peruntukan Rp 7 M?
“Inilah yang perlu diungkap kepada publik secara transparan dan akuntabel,” tegas Panahatan.
Selain itu, Panahatan, juga meminta DPRD Batam dalam RDP dapat memelototi pasal-pasal dalam Perwako Nomor 8 Tahun 2024 apakah dilaksanakan dengan benar.
Misalnya kata dia, dalam Pasal 7 (b) Perwako No 8/2024 yang mengatur bahwa petugas pemungut menyetorkan hasil pemungutan hasil retribusi ke kas daerah paling lama 1×24 jam. “Apakah sistem penyetoran sudah sesuai dengan teknis?” tanyanya.
Pada Pasal 21 huruf (a) disebut, jukir memperoleh pendapatan yang layak dari pengelola parkir. Siap yang disebut pengelola?
Pada huruf (b) diatur tentang jukir mendapat jaminan sosial dan hak-hak ketenagakerjaan dari pengelola parkir.
“Jalan nggak itu?” tanya Panahatan yang mendalami Perwako tentang parkir itu.
Nah, Panahatan berharap semua masalah mesti dibongkar habis oleh DPRD karena pelayanan parkir tak jarang memicu gaduh dan tak mencapai target di tengah bertumbuhnya jumlah kendaraan dan melambungnya tarif parkir tepi jalan umum 100 persen.

Pantauan wartawan BatamNow.com, mekanisme pemungutan uang hasil retribusi parkir yang dikutip jukir dari pengguna jasa parkir juga diduga bermasalah karena masih dengan cara manual.
Hampir semua jukir resmi atau yang belum mendapat kartu pengenal dari UPTD Parkir, tidak mendapat kwitansi setoran dari koordinator lapangan penagih dari Dishub Batam.
Para jukir mengaku sudah sejak lama tak pernah menerima tanda bukti setor yang ditandatangani.
“Banyak mekanisme keuangan di parkir tepi jalan umum yang berpotensi bocor disebab sistem keuangan yang diduga tak akuntabel dan transparan,” kata Rahmad, pemerhati kebijakan perkotaan ini.
Ia tegaskan penerapan parkir mandiri sebagaimana temuan BPK juga sangat dipertanyakan, karena mekanismenya penanganan keuangannya tak ada aturan baku dalam Perwako dan tampak tak transparan.
Belum lagi preman penguasa lapak parkir yang mendapat bagian dari hasil kutipan retribusi parkir. “Ini bagaimana mekanisme dan pertanggungjawabannya, ‘kan rawan ini,” kata Midi yang pernah menjadi suruhan preman parkir dalam tagih-menagih uang preman parkir. (A/red)