BatamNow.com, Jakarta – Korupsi bisa menjerat siapa saja, tak terkecuali para aparat penegak hukum.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (19/01/2022) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yaitu Itong Isnaini Hidayat.
Itong lantas ditetapkan menjadi tersangka, Kamis (20/01) atas dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya.
Ia diduga hendak menerima uang muka senilai Rp 140 juta untuk mengurus perkara pembubaran PT SGP.
Adapun tindak pidana korupsi yang melibatkan hakim bukan kali ini saja terjadi.
Dikutip dari kompaspedia.kompas.id, sejak tahun 2006 tercatat 26 hakim mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menjadi pelaku tindak pidana korupsi.
Hakim pertama yang terseret kasus korupsi adalah Herman Allositandi. Dia adalah hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Herman dinyatakan terbukti melakukan penyalahgunaan jabatan karena memeras saksi perkara korupsi di PT Jamsostek.
Ia lantas diganjar dengan pidana penjara 4,5 tahun dan denda Rp 200 juta.
Vonis Seumur Hidup Mantan Hakim MK Akil Mochtar
Pada operasi tangkap tangan, 2 Oktober 2013, KPK menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Akil kemudian dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Maka dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 30 Juni 2014, majelis hakim menjatuhkan vonis seumur hidup padanya.
Akil dinyatakan menerima sejumlah suap terkait penanganan sengketa Pilkada, yaitu pada sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas senilai Rp 3 miliar, dari Kalimantan Tengah Rp 3 miliar, Pilkada Lebak, Banten Rp 1 miliar, Kota Palembang senilai Rp 3 miliar dan pada Pilkada Empat Lawang sejumlah Rp 10 miliar dan 500.000 dollar Amerika.
Tak berhenti di situ, Akil juga dinyatakan menerima suap terkait sengketa Pilkada di Kabupaten Buton senilai Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,898 miliar, Kabupaten Tapanuli Tengah Rp 1,8 miliar, dan menerima janji pemberian keberatan hasil Pilkada Jawa Timur dengan nilai Rp 10 miliar.
Vonis 8 Tahun Penjara Patrialis Akbar
Hakim MK Patrialis Akbar ditangkap KPK pada 25 Januari 2017.
Kala itu ia diduga menerima suap terkait perkara uji materi Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dugaan KPK dinyatakan terbukti oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hakim ketua perkara tersebut, Nawawi Pomolango yang kini menjabat sebagai salah satu komisioner KPK, menbacakan vonis untuk Patrialis.
Ia dijatuhi pidana penjara 8 tahun, dan denda Rp 300 juta.
Patrialis juga dijatuhi pidana pengganti sesuai dengan jumlah uang suap yang diterimanya senilai 10.000 dollar Amerika dan Rp 4.043.000. (*)
sumber: Kompas