BatamNow.com – Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT Dani Tasha Lestari (DTL) pada hari ini, Rabu (04/02/2025).
Hal ihwal itu dibenarkan oleh Direktur Utama PT DTL, Megat Ruri Afriansyah, melalui sambungan telepon.
“Ya benar, saat ini kami sedang di Gedung DPR RI, Senayan,” kata Ruri, Rabu (04/02).
RDP itu dimulai sekira pukul 11.00 WIB, dan disiarkan secara langsung di kanal YouTube TVR Parlemen.
Adapun RDPU Komisi VI DPR RI dengan PT. DTL itu, terkait pencabutan alokasi lahannya yang berujung perobohan bangunan Hotel dan Resort Purajaya oleh BP Batam, pada 23 Juni 2023.
Begini singkatnya pencabutan lahan yang dialami PT DTL.
Perusahaan itu dulunya memiliki dua persil lahan.
Persil pertama seluas 10 hektare (Ha) yang alokasinya berakhir pada Agustus 2019.
Sedangkan persil kedua seluas 20 Ha, berakhir pada Juni 2023.
Kedua persil lahan itu kini telah dicabut oleh BP Batam.
Alasan lahan 10 Ha dicabut, disebut karena PT DTL tidak mengajukan perpanjangan hingga waktu yang diberikan.
Sementara untuk lahan 20 Ha karena PT DTL tidak melakukan pembangunan di atas tanah tersebut.
Terhadap persil pertama seluas 10 hektare, menurut informasi yang disebarluaskan Ariastuty sebagai Kepala Biro Humas BP Batam, bahwa BP Batam telah melakukan langkah persuasif memberikan kesempatan kepada PT DTL untuk memperpanjang tetapi perusahaan itu tidak memberikan permohonan perpanjangan.
Faktanya, jelas pihak PT DTL, surat tanggal 7 September 2018 dan tanggal 10 Juli 2019 tidak ditemukan diterima oleh PT DTL. Hanya surat nomor B/1050/A3/KL.02.02/8/2019 tanggal 20 Agustus 2019 perihal Pemberitahuan Berakhirnya Alokasi Lahan.
Tetapi pada 22 Agustus 2019, PT DTL telah memberi surat permohonan perpanjangan alokasi lahan kepada BP Batam.
Sebagai respons dari BP Batam saat itu, ketika BP Batam belum dipimpin oleh ex-officio Wali Kota Batam Muhammad Rudi, permohonan PT DTL diterima dengan memberikan kesempatan memaparkan rencana pengembangan bisnis (business plan).
Pemaparan business plan itu dilakukan dua kali, dan terakhir pada 22 November 2019. Saat itu secara lisan para pejabat yang mendengar pemaparan rencana bisnis telah memberi kesempatan kepada PT DTL untuk membayar Uang Wajib Tahunan (UWT).
Tetapi setelah masuknya Muhammad Rudi sebagai ex-officio Kepala BP Batam, keadaan berubah.
Pada 24 Februari 2020, Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi Sudirman Saad, tetap mengacu kepada surat pemberitahuan tertanggal 20 Agustus 2019 untuk mengakhiri alokasi lahan, tetapi dengan alasan tambahan yakni tidak menyetujui business plan yang dipaparkan pada 22 November 2019.
Padahal menurut PT DTL, sesuai dengan Perka Nomor 3 Tahun 2020, tidak ada klausul antara perpanjangan alokasi dengan business plan, sepanjang telah dibangun 50 persen lebih.
Fakta-fakta itulah, kata Eko Nurisman kuasa hukum PT DTL, menjadi bukti kuatnya dugaan adanya mafia lahan di Batam, yang bisa saja melibatkan pimpinan sebagai otak dari mafia, atau ada kelompok mafia yang mengatur pimpinan di BP Batam untuk mengatur setiap lahan strategis untuk ditarik dan diberikan kepada perusahaan lain. (A)