BatamNow.com, Jakarta – Keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional, yang dirilis 8 Desember 2023, dianggap sebagai cara halus pemerintah menggusur warga Rempang, Batam, dan mencabut mereka dari akar budaya yang telah turun temurun.
“Secara nasional, patut dicurigai Perpres 78/2023 ini sebagai upaya pemerintah menghapus hak-hak dasar rakyat atas tanah yang sejatinya menjadi hak konstitusionalitas petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, dan rakyat yang termarginalkan. Bisa dikatakan Perpres ini mengingkari Reforma Agraria yang digaungkan Pemerintahan Jokowi sendiri,” kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, di Jakarta, Kamis (18/01/2024).
Menurutnya, hak-hak masyarakat atas tanah sudah dijamin oleh Konstitusi dan sesuai UU Pokok Agraria tahun 1960. “Perpres 78/2023 ini bentuk pembohongan produk hukum dengan tujuan utamanya menghapus hak-hak dasar rakyat atas tanah,” tutur Dewi.
Baginya sangat ironis, ketika hak-hak konstitusionalitas rakyat terhadap tanah yang dilindungi Konstitusi, ternyata hanya dihargai dengan pemberian santunan, seperti termaktub pada Pasal 1 ayat (3) Perpres 78/2023. “Dalam Perpres itu tidak ada terminologi ganti rugi atau kewajiban negara, seperti dalam UU Pengadaan Tanah. Yang ada ‘santunan’, di mana terkesan sebagai bentuk sumbangan kemanusiaan,” cetusnya.
Bisa dikatakan, sambungnya, pemberian santunan adalah cara halus pemerintah menggusur warga Rempang dari tanah yang sudah didiami turun-temurun.
Ditambahkannya, Perpres tersebut mengklaim seolah pemerintah lah sebagai pemilik tanah. Ini menyeleweng jauh dari prinsip hukum agraria nasional dan menunjukkan anti Reforma Agraria. “Perpres ini harus ditolak karena menganut paham sesat, di mana tanah-tanah yang dikuasai rakyat bersumber dari tanah milik pemerintah,” tegasnya.
Inkonsisten
Dewi menambahkan, Perpres 78/2023 ini bentuk ketidakkonsistenan pemerintah terhadap UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. “Perpres 78/2023 overlapped. Sebab, bila pemerintah membutuhkan tanah untuk investasi cukup gunakan aturan yang sudah ada saja,” terangnya.
Dewi menduga, keluarnya Perpres ini ada kaitannya dengan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. Hal itu nampak dari pembentukan Tim Terpadu Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan yang berada dibawah gubernur, tapi berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian. “Padahal, soal penyediaan tanah menjadi wilayah Kementerian ATR/BPN, bukan Kemenko Perekonomian. Tapi di Perpres itu terkesan dipaksakan demi memuluskan sejumlah PSN, termasuk di Rempang,” imbuhnya.
Pendelegasian kewenangan menjadi hal lain yang kontras dalam Perpres ini, di mana gubernur bisa mendelegasikan kewenangan kepada walikota dengan sejumlah alasan. “Kita sama-sama tahu Wali Kota Batam rangkap jabatan sebagai Kepala BP Batam ex-officio, sebagai penanggung jawab langsung di lapangan pelaksanaan PSN tersebut,” tandasnya.
Berkaca pada hal tersebut, KPA menilai telah terjadi kemunduran drastis dari produk-produk hukum agraria di Indonesia. “Kami menolak Perpres 78/2023 dan meminta pemerintah segera mencabut regulasi tersebut,” serunya.
Diingatkan bahwa tanah bukan dimiliki secara absolut oleh pemerintah. Juga tidak untuk diobral kepada segelintir kelompok usaha/korporasi dan investor. (RN)