BatamNow.com – Legalitas dan hak atas lahan sumber daya air waduk (embung) yang dimanfaatkan oleh pihak Panbil Industrial Estate (PIE) di Batam, serba gelap atau menjadi misteri.
Pun penguasaan dan pengoperasiannya dinilai tidak transparan. Adakah “borok” yang perlu ditutupi di sana?
Hasil investigasi BatamNow.com menunjukkan waduk itu telah dikomersilkan pihak Panbil Group selama bertahun-tahun. “Waduk sudah menjadi ‘tambang’, meraih cuan besar,” kata sumber BatamNow.com.
Menurut Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Provinsi Kepri, Panbil Group pun telah lama ditetapkan menjadi objek pajak air permukaan (PAP) sebagaimana diatur dalam Pergub Kepri.
“Mereka bayar pajak air permukaan ke Pemprov Kepri,” kata Sekretaris BPPRD Pemprov Kepri Dicky Wijaya.
Meski begitu, pihak BP2RD belum memberikan data-data pendapatan PAP ke media ini, yakni dari waduk yang dikelola oleh pihak swasta di Batam termasuk yang dimanfaatkan Panbil Group.
Selain waduk yang dikuasai Panbil Group, ada lagi waduk yang dikuasai PT Kabil Indonusa Estate (KIE) seluas 60.000 m2.
Meski membayar PAP, pengelolaan dan pemanfaatan dua waduk swasta itupun diduga keras tidak memiliki izin dari BP Batam.
Bila dianalogikan, Pemprov Kepri selama ini telah menagih PAP dari kegiatan yang tidak sah alias tak memiliki izin.
Selain tidak memiliki izin dari BP Batam, standar baku mutu (SBM) air hasil pengelolaan lewat Water Treatment Plant (WTP) di sana patut diduga tidak ada pengawasan eksternal atas kesehatan air itu.
Menurut ayat 1 (satu) Pasal 5 (lima) Permenkes 32 Tahun 2007, “pengawasan eksternal dilakukan oleh tenaga kesehaan lingkungan yang terlatih pada dinas kesehatan kota”.
Tiga kali BatamNow.com menyurati manajemen Panbil Group untuk keperluan konfirmasi, namun tak direspons. Upaya konfirmasi demi pemenuhan perintah UU 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik atas tugas dan fungsi peliputan.
Status legalitas waduk seluas sekitar 10.000 m2 itu semakin gelap karena baik BP Batam maupun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) sebagai pihak yang berwenang atas lahan sumber daya air itu dengan pernyataan yang satu ke Utara dan satu lagi ke Selatan.
Di pihak BP Batam mengatakan koordinat lokasi waduk itu bukan berada di atas alokasi lahan Panbil Group yang dialokasikan BP Batam. “Embung (waduk-red) yang ada di sekitar lokasi panbil Group, bukan berada di atas lahan Panbil Group, namun berada di Kawasan Hutan TWA Muka Kuning,” tulis Ibrahim, Plh Direktur Badan Usaha Sistem Pengelolaan Air Minum BP Batam dalam jawabannya ke BatamNow.com pada 16 November 2021.
Pernyataan Ibrahim itupun bertolak belakang dengan Kepala BKSDA Resort Muka Kuning, Pulau Rempang Yon Romby Sihotang.
Yon Rombi memastikan bahwa lahan lokasi waduk itu berada di kawasan lahan Panbil Group yang dialokasikan BP Batam. “Bukan di kawasan hutan kami, tapi di kawasan lahan Panbil yang dialokasikan BP Batam,” kata Yon Rombi, saat ditemui kru BatamNow.com, Senin (21/11/2021) di kantornya.
Jauh sebelumnya, BP Batam telah mengalokasikan puluhan hektare lahan ke Panbil Group untuk keperluan pengembangan industri.
Lalu lahan siapa yang dimiliki atau dikuasai serta dikomersilkan Panbil Grup. Ilegalkah pengusahaan lahan alas waduk itu?
Sesuai Pasal 7 (tujuh) UU 17 Tahun 2019, “sumber daya air (SDA) tidak dapat dimiliki dan/ atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok masyarakat, atau badan usaha”.
Soal inilah yang tidak dijawab oleh manajemen Panbil Group ketika tiga kali dikonfirmasi media ini.
Menurut Ketua DPP Kepri Lembaga Investigasi (LI) Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara Panahatan SH, pihak Panbil Group hendaknya transparan menjelaskan keberadaan waduk itu.
Ia katakan, lahan atau sumber daya air tidak dapat diusahai sewenang-wenang.
“Ini memang serba misteri, apalagi pihak Panbil tidak terbuka soal lahan sumber daya air itu,” ujarnya menjawab BatamNow.com.
Oligarki Kekuasaan?
Lalu Panahatan pun megingatkan para pengusaha di Batam hendaknya patuh kepada perundang-undangan dalam setiap melaksanakan dan menjalankan usahanya.
“Kami menentang setiap kesewenangan para pengusaha yang merasa di atas penguasa apalagi merasa di atas Undang-undang. Itu oligarki kekuasaan namanya,” ujar Panahatan.
Selain waduk, keberadaan luas lahan Panbil Group pun semakin tahun, semakin merambah di sana.
Soal lahan yang merambah itupun ramai disorot media belakangan ini. Pengelola industri ternama di Batam itu diduga telah merambah hutan konservasi berhektare-hektare dengan cara melakukan cut and fill di belakang kawasan Panbil, Sei Beduk, Kota Batam. (H/LL)