BatamNow.com – PT Synergy Oil Nusantara (Batam) terancam setop beroperasi jika pemerintah melarang kegiatan ekspor minyak goreng (migor).
Corporate Affairs (Humas) PT Synergy Oil Nusantara Nopianto mengatakan keputusan pemerintah itu pastinya akan berdampak sangat besar terhadap perusahaan berorientasi ekspor ini.
“Kita barusan meeting. Makanya, itu [bikin] mati kita. Kalau dipersentasikan, ya dampaknya itu 99 persen,” ujar Nopianto ke BatamNow.com, Jumat (22/04/2022) malam.
Sementara ini, sikap PT Synergy Oil Nusantara masih menunggu perkembangan dan akan mengikuti keputusan pemerintah.
“Ada dua kemungkinannya, setop produksi total atau hanya produksi 1 hari untuk kebutuhan lokal 1 bulan,” bebernya.
PT Synergy Oil Nusantara memiliki kemampuan produksi migor 1.500 ton per hari, mendekati kebutuhan bulanan Kota Batam yang hanya sekitar 1.600 ton.
Sementara produksi mereka sebulan bisa mencapai rerata 45.000 ton dan memang hampir seluruhnya untuk kebutuhan ekspor.
“Kalau diibaratkan orang, seperti tinggal menunggu koma masuk ICU saja. Napas hanya dikasih 1 persen,” katanya.
Menurut Nopi, perusahaan penanaman modal asing (PMA) di bawah IFFCO Group ini sedari awal memilih lokasi pabrik di Kota Batam karena statusnya sebagai kawasan berikat serta perdangan bebas (FTZ).
“Sudah jelas orientasi kita buat ekspor. Kalau untuk lokal, kita akan lebih memilih membuat pabrik di Medan dimana penduduknya lebih banyak dan mudah pendistribusiannya misal ke Jambi, Padang dan Aceh,” ucap Nopi
“Di Batam, mau jual ke Tanjungpinang saja berat karena harus pakai kapal. Dan itu keluar Batam pakai PPN,” tambah Nopi.
Dampak lainnya atas penghentian ekspor ini, lanjutnya, tentu mempengaruhi kepercayaan perusahaan asing terhadap Indonesia.
“Kepercayaan perusahaan luar terhadap Indonesia akan terpengaruh. Akhirnya nanti mereka beli ke Malaysia dan Malaysia diuntungkan,” pesannya.
Diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan keputusan pemerintah untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng (crude palm oil/ CPO) dan minyak goreng.
“Mulai Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian. Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng melimpah dengan harga terjangkau,” kata Jokowi dalam konferensi pers di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (22/04) sore.
Karyawan Terancam Dirumahkan
Tak hanya soal bisnis perusahaan, karyawan PT Synergy Oil Nusantara pun terancam dirumahkan buntut keputusan pemerintah melarang ekspor minyak goreng.
“Tentu efeknya ya ke karyawan. Kalau karyawan tetap pasti digaji, walaupun mungkin bisa dirumahkan dulu,” jelas Nopi.
Dia menjelaskan, ada 398 pekerja yang bergantung ke PT Synergy Oil Nusantara.
“Karyawan organik kita ada 240 orang, non organik 158 orang,” rincinya.
“Yang terkena dampak langsung tentunya yang non organik ini yang sub kontraktor bertugas loading kontainer dan suplai jeriken,” lanjut Nopi.
Ia tetap optimis dan berharap larangan ekspor itu tak diterapkan untuk waktu yang lama.
“Karena statement presiden kan sampai dengan harga kembali normal. Mudah-mudahan dalam 2 minggu sudah normal,” harapnya.
Menurutnya, solusi agar harga minyak goreng kembali normal adalah memang dengan menjaga stok CPO banyak di Indonesia sehingga harga migor akan ikut turun juga. “Cuma ini kan minyak goreng dan CPO yang tidak boleh, jadi repot kan,” ucap Nopi.
“Kita berdoa saja, kita tak bisa apa-apa karena presiden yang memutuskan,” pungkasnya. (D)