BatamNow.com – Empat belas tahun sudah akad Pemko dan BP Batam tentang penataan reklame di Kota Batam, tak kunjung terlaksana.
Akad lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor Kpts. 9/SKB/HK/IX/2013 dan Nomor 222 Tahun 2013 tentang papan reklame.
Tujuannya agar pemasangan papan reklame ini bisa tertata dan pengurusan perizinannya tidak tumpang tindih atas dua kebijakan yang menyulitkan konsumen dan tak merugikan keuangan negara.
Namun, hingga kini SKB itu tak kunjung terlaksana. Seolah adu kuat, egosentris masing-masing penguasa di sini masih terlihat sangat kental khsusnya di pusaran pengelolaan papan reklame ini.
Dari temuan BPK atas LHP laporan keuangan BP Batam tahun 2023 yang di-publish tahun 2024, tergambar betapa amburadulnya pengelolaan papan reklame ini di Batam, sepanjang masa.
Dalam diktum SKB sebenarnya memuat ketentuan bahwa setiap penempatan reklame di atas tanah penguasaan pemerintah berpedoman pada master plan dengan melengkapi persyaratan yang ditetapkan, di antaranya memiliki izin penempatan reklame dengan kontribusi sewa lahan kepada BP Batam sesuai tarif yang berlaku.
Papan reklame juga harus dan memiliki izin mendirikan bangunan dari Dinas Tata Kota Pemko Batam, dan izin penyelenggaraan reklame dari Dinas Pendapatan Pemko Batam serta membayar retribusi PAD ke Pemko Batam.
Namun, BPK menemukan bahwa saat ini SKB tersebut belum dilaksanakan.
Pemko Batam dalam memberikan izin tayang dan memungut pajak reklame tidak memperhatikan persyaratan perizinan sewa lahan yang menjadi kewenangan BP Batam sebagaimana yang dinyatakan dalam SKB Wali Kota Batam dan Kepala BP Batam Tahun 2013 tersebut.
Faktanya, sebagaimana temuan BPK, Pemko Batam tak mau tahu apakah ada izin penggunaan lahan dari BP Batam, yang penting retribusi digaspol.
Hal itu pun dibuktikan BPK dari audit data pemberian Izin Sewa Lahan Tahun 2023 milik DIK dengan Data Pendapatan Izin Tayang Reklame Tahun 2023 milik Pemko Batam.
Diketahui terdapat perbedaan jumlah titik papan reklame.
Jumlah titik reklame billboard pada Pemko Batam lebih banyak dibandingkan daftar izin sewa titik reklame yang dikeluarkan oleh BP Batam.
Pemeriksaan uji petik terhadap 32 titik reklame yang diterbitkan Pemko Batam tahun 2023 menunjukkan sebanyak 2 reklame telah mengurus izin sewa lahan BP Batam, 13 reklame izin sewa lahannya telah berakhir, dan 17 reklame tidak memiliki izin sewa lahan BP Batam.
Mengapa Wali Kota Batam, ex-officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi, tak kunjung membereskan masalah ini selama hampir 5 tahun menjadi ‘nakhoda’ di dua instansi pemerintah ini?
Dan mengapa urusan tetek-bengek reklame ini sampai merepotkan Auditorat Utama V Keuangan Negara BPK RI, setiap audit tahunan?
“Temuan BPK ini menjadi potret tentang isu klasik pemerintahan 1 kapal dengan 2 nakhoda yang sebelum jabatan ex-officio,” kata Panahatan SH, Ketua DPP LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara.
Sebagaimana dirangkum BatamNow.com dari berbagai sumber, bahwa dulu, keberadaan BP Batam di daerah ini yang dipimpin Kepala BP Batam, dan Pemerintahan Kota yang dipimpin Wali Kota Batam, diistilahkan dua “nakhoda” mengendalikan satu “kapal” bernama Batam.
Isu itu menjadi pembenaran dugaan ketidaksinkronan dalam pembangunan daerah ini karena kebijakan dianggap tumpang tindih dari kedua instansi itu.
Lalu muncullah jabatan ex-officio dengan maksud agar BP Batam dengan Pemko bisa sinkron dalam membangun ekonomi daerah ini.
“Tapi jika berkaca dari temuan BPK ini, masing-masing mereka seperti adu panco, dan pejabat ex-officio tak dapat menuntaskan,” tegas Panahatan. (red)