BatamNow.com – Namanya Siti Hawa. Sehari-hari dipanggil dengan Nek Awe.
Lahir di Pulau Rempang. Usianya jalan 68 tahun.
Ia salah satu wanita ikon pejuang Pulau Rempang yang kini kondisi dan suasana di pulau itu bak api dalam sekam.
Ia yang sedari awal ikut getol bersuara vokal bersama tokoh dan warga Rempang lainnya yang menolak Proyek Strategis Nasional (PSN).
Proyek yang tetiba akan berimbas pada penggusuran 16 kampung warga tempatan.
Pulau Rempang masuk wilayah Kota Batam ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional yang dinamai PSN Rempang Eco-City.
Nek Awe, wanita berhijab dengan kerutan yang mulai terlihat di wajahnya, kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Barelang, terkait peristiwa penyerangan pada 17 Desember 2024 itu di Sembulang.
Selain Nek Awe, turut menjadi tersangka Sani Rio, pria berumur 37 tahun bersama Abu Bakar alias Pak Aceh berumur 53 tahun. Mereka dituduh melanggar Pasal 333 KUHP “tentang merampas kemerdekaan seseorang”.
Nek Awe sehari-harinya bekerja sebagai pedagang nasi, di pelataran Pelabuhan Rakyat Sembulang.
Kedai nasi Nek Awe berdiri di atas tepi laut berukuran lebar 5 meter dan panjang 10 meter dan terbuat dari papan kayu.
Nek Awe mengelolanya bersama sang suami Johari yang kini sudah berumur 70 tahun serta dibantu anak, menantu dan cucunya.
Dari perkawinannya dengan suami dikarunia 7 anak dengan 5 perempuan serta 2 laki-laki dan kesemuanya sudah menikah.
Dari ke-7 anaknya itu, Nek Awe kini sudah mempunyai 22 cucu serta 1 cicit.
“Nenek tetap berjuang, walaupun nenek ditetapkan sebagai tersangka, nenek tetap berjuang, walaupun diintimidasi, nenek tetap pertahankan tanah leluhur nenek moyang kami ini,” ucap Nek Awe, kepada BatamNow.com di Kampung Sembulang Pasir Merah, Kamis (30/01/2025).

Ia mengetahui ditetapkan sebagai tersangka, setelah Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menerima surat yang diantarkan oleh jajaran Polresta Barelang sekitar 18 Januari 2025.
Awalnya surat itu diserahkan pihak kepolisian ke rumah Nek Awe. Namun Nek Awe enggan menerimanya karena, menurutnya, ia dan warga Rempang memiliki kuasa hukum.
“Nenek dengar saya ditetapkan sebagai tersangka waktu orang LBH datang di rumah nenek, ketika polisi datang mengantar surat itu ke rumah nenek, tapi nenek usir saja mereka, lalu mereka bilang ambil lah nek surat ini, tapi nenek suruh aja polisi itu agar mengantarkannya ke LBH. Kami ada orang hukum,” begitu diterangkan Nek Awe.
Kemudian, apakah ia mengetahui apa yang disebut “perampasan kemerdekaan seseorang” sebagaimana dituduhkan polisi dalam surat itu?
“Tahu nenek, perampasan orang itu, seperti orang itu ‘disiksa’ ‘disekap’ berapa hari gitu, entah 24 jam. Ini sesaat aja kita tengok, tak sampai satu jam, udah datang orang menyerang,” jawabnya.
Menurut Nek Awe, petugas PT Makmur Elok Graha (MEG) diamankan warga pada 17-18 Desember 2024, karena diduga keras merusak spanduk alat publikasi warga Rempang yang bertuliskan ‘Tolak Relokasi’.
Nek Awe di Rumah, Karyawan PT MEG Sudah Diamankan Warga
Menurut keterangan Nek Awe, saat warga mengamankan petugas PT MEG pada malam itu, ia sedang menonton TV di rumahnya dalam kondisi kurang sehat.
Setelah itu, anaknya datang memberitahu bahwa petugas PT MEG yang merusak spanduk sudah ditemukan dimana sebelumnya sempat melarikan diri ke dalam hutan.
“Setelah dapat, anakku bilang, mak udah dapat (petugas PT MEG) Mak, ia ditempatkan di posko Sembulang Hulu,” kata Nek Awe, menirukan anaknya.
Setelah mendapat kabar dari anaknya itu, Nek Awe pun bergegas ke sana.
“Setelah diamankan karyawan PT MEG itu saya baru sampai, bukan di situ saya pada saat pencarian itu,” ungkap Nek Awe.
Lantas mengapa Nek Awe ikut dijadikan tersangka pada kejadian pertengahan Desember itu?
Menurut Bang Long, yang juga salah satu tokoh perjuangan warga Rempang bahwa penetapan Nek Awe adalah langkah yang tidak tepat.
“Kalau saya sederhana saja, berkaitan dengan ditetapkannya tiga tersangka, salah satunya Nek Awe, itu satu langkah yang tidak tepat,” kata Bang Long di Sungai Panas, Batam Kota, Rabu (29/01/2025).
“Dan itu nantinya bisa memantik kemarahan massa besar-besaran, kalau tidak bisa diselesaikan secara arif dan bijaksana,” jelas Bang Long yang pernah dipenjara demi mempertahankan tanah sejarah warga Melayu asli di sana.
Terkait penyerangan posko dan kampung, warga juga telah membuat laporan ke polisi. Polresta Barelang menetapkan 2 tersangka dari pihak PT MEG.
Sementara jauh sebelumnya, buntut bentrok dengan aparat di Jembatan IV Barelang pada 7 September 2023, ada 8 warga jadi tersangka dan kemudian dibebaskan melalui restorative justice pada 9 April 2024.
Sedangkan pasca demo warga ke BP Batam pada 11 September 2023 yang berujung ricuh, ada 35 orang ditersangkakan, termasuk Bang Long. Mereka divonis berbeda, mulai dari 3 bulan sampai 8 bulan penjara, pada persidangan di Maret 2024. (A)
[…] Meski ditetapkan sebagai tersangka, semangat Nek Awe tak luntur.… Baca Selengkapnya