BatamNow.com – Geram lantaran sikap aparat pemerintah yang terkesan mempermainkan warga Rempang bahkan sampai bertindak anarkis terhadap warga Rempang, sekitar 78 organisasi masyarakat (Ormas) sipil bersama warga adat dan tempatan langsung menyurati Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Perusahaan International Investments Limited, dan meminta agar rencana investasi di Pulau Rempang dibatalkan.
Surat untuk Pemerintah RRT dikirimkan melalui Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia, sementara untuk Pimpinan Xinyi Group dikirim melalui elektronik mail (e-mail).
“Kami menyurati Presiden Xi Jinping terkait masalah tersebut karena nampaknya Pemerintah Indonesia begitu ngotot ‘membersihkan’ warga Rempang dari tanah leluhurnya yang sudah turun temurun bermukim di sana,” kata Boy Even Sembiring Ketua Walhi Riau, dalam keterangan persnya yang diterima BatamNow.com, Kamis (26/09/2024).
Padahal, saat ini tengah disusun RUU Masyarakat Hukum Adat. Artinya, ada pengakuan dari negara terhadap keberadaan masyarakat adat di Indonesia. “Yang terjadi di Rempang malah sebaliknya. Masyarakat adat yang malah mau digusur demi investasi,” lanjut Boy.
Dijelaskan, dalam surat terbuka tersebut Masyarakat dan Solidaritas menyampaikan kepada Pemerintah RRT dan Pimpinan Xinyi bahwa Pulau Rempang bukan tanah kosong. Terdapat sekitar 7.512 orang yang menghuni dan menggantungkan hidupnya di sana.
Selain itu Masyarakat dan Solidaritas juga menyampaikan pelaksanaan Proyek Rempang Eco City di Batam diwarnai tindak intimidasi dan kekerasan. Pada 7 September 2023, lebih dari 1.000 pasukan gabungan yang terdiri dari Kepolisian, TNI, Satpol PP, dan Direktorat Pengamanan BP Batam memaksa masuk ke Pulau Rempang. Pengerahan aparat gabungan tersebut berujung pada penangkapan, penahanan, dan perampasan kemerdekaan sewenang-wenang, menimbulkan korban luka fisik dan psikis. Bahkan perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia tidak luput dari kekerasan tersebut.
Masyarakat dan Solidaritas meminta kepada Presiden RRT dan Pimpinan Xinyi tidak ambil bagian dalam tindakan yang bertentangan dengan norma dan standar HAM yang berlaku secara universal.
“Sesuai dengan United Nation Guiding Principles on Business and Human Rights, bahwa baik Pemerintah berkewajiban melindungi dan korporasi berkewajiban untuk menghormati hak asasi manusia tanpa terkecuali,” kata Andri Alatas dari LBH Pekanbaru.
Untuk itu, para ormas meminta kepada Presiden RRT dan Pimpinan Xinyi untuk secara terbuka menyampaikan (1) muatan MoU dan MoA 28 Juli 2023 di Chengdu; dan (2) membatalkan rencana investasi yang dimuat dalam MoU dan MoA 28 Juli 2023 di Chengdu.
“Kami berharap, pihak Xinyi dan Pemerintah RRT bisa segera merespons dan membatalkan rencana investasi tersebut,” pungkasnya.
Nama 78 Ormas Surati Presiden Cina Xi Jinping, Untuk Hengkang dari Pulau Rempang
Berikut ini daftar 78 Ormas yang menyurati Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan Perusahaan International Investments Limited, meminta pembatalan rencana investasi di Pulau Rempang dibatalkan:
- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
- WALHI Riau
- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
- Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN)
- IMPARSIAL: The Indonesian Human Rights Monitor
- Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMA)
- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
- Public Interest Lawyer Network (Pil-Net) Indonesia
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
- Greenpeace Indonesia
- Lokataru Foundation
- Auriga Nusantara
- Trend Asia
- Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
- Satya Bumi
- Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional
- Pusaka Bentala Rakyat
- Perkumpulan Sawit Watch
- Indonesia Corruption Watch (ICW)
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda
- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
- Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
- Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Nasional
- WALHI Sumatera Selatan
- WALHI Sulawesi Selatan
- WALHI Jawa Timur
- ENTER Nusantara
- WALHI Kalimantan Tengah
- WALHI Jawa Tengah
- WALHI Kalimantan Selatan
- WALHI Sulawesi Tenggara
- WALHI Bengkulu
- Solidaritas Perempuan
- WALHI Sumatera Barat
- Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI)
- WALHI Jambi
- WALHI Maluku Utara
- WALHI Kepulauan Bangka Belitung
- WALHI Bali
- WALHI Kalimantan Barat
- WALHI Aceh
- WALHI Lampung
- Aliansi Demokrasi untuk Papua (AIDP)
- The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ)
- WALHI Sumatera Utara
- Yayasan Kaliptra Andalas
- Perkumpulan Elang
- Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LKHD)
- Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup (LALH)
- Wahana Pecinta Alam dan Lingkungan Hidup (WANAPALHI) STMIK AMIK Riau
- Riau Women Working Group (RWWG)
- Laskar Penggiat Ekowisata Riau
- Mapala Suluh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan (FKIP) Universitas Riau
- Mapala Humendala Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Riau
- Paradigma-RI
- Solidaritas Perempuan Sebay Lampung
- Alam Indonesia Riau (AIR)
- Aksi! for gender, social and ecological justice
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam
- Pusat Studi Agraria (PSA) IPB University
- Media Alternatif Batam Bergerak
- Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA)
- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
- PUSAD UM Surabaya
- Research Center for Law and Social Justice (LSJ), Faculty of Law, UGM
- Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia
- Yayasan Embun Pelangi
- Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran YK
- Genesis Bengkulu
- WALHI Sumatera Utara
- WALHI Yogyakarta
- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
- KAPPALA Indonesia. (red)