BatamNow.com – Temuan BPK RI, kali ini, agak mencengangkan.
Betapa tidak, meski memiliki hak memaksa untuk mencabut alokasi lahan bagi yang tak menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan, ternyata BP Batam masih kesulitan menagih tunggakan uang wajib tahunan (UWT) hingga Rp 500 miliar sampai tahun 2023.
Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH pun mempertanyakan kondisi jumlah piutang UWT BP Batam yang kurang bisa diterima akal sehat ini.
Jumlah piutang yang menumpuk seharusnya tidak terjadi sebab sulit bagi penerima alokasi tanah untuk tidak memenuhi kewajibannya, karena kapan saja BP Batam bisa mencabut setiap alokasi lahan.
“Belum bisa diterima akal sehat, dan agaknya BP Batam memerlukan debt collector nih,” kata Panahatan, seolah menyindir.
Menurut Panahatan, tak ada seseorang atau korporasi manapun yang berani melawan BP Batam jika terkait soal tanah di Batam.
Warga Melayu Asli yang punya tanah sejarahnya secara turun-temurun, digusur.
Lihatlah Hotel Purajaya Beach, Batu Besar, yang sudah berkeping-keping dihancurkan penerima alokasi lahan baru atas pengalihan hak dari BP Batam.
“Jadi kalau sampai ada piutang atas UWT tanah macet sampai Rp 500 miliar, ini patut dipertanyakan,” ujarnya.
Demikianlah temuan BPK pada LHP atas laporan keuangan BP Batam tahun 2023, rilis 2024.
Dibeber di sana jumlah piutang UWT itu terdiri dari piutang yang jatuh tempo tahun 2023 sebesar Rp 122,7 miliar.
Demikian juga, menuruf BPK, permasalahan terkait potensi pendapatan UWT atas alokasi tanah jatuh tempo telah dituangkan dalam LHP BPK Nomor 26.B/LHP/XVIII/05/2023 tanggal 19 Mei 2023.
Dalam LHP BPK itu dinyatakan bahwa sebanyak 1.347 nomor PL seluas 2.899.748,25 m2 jatuh tempo tahun 1991 s.d. 2022 dengan nilai potensi pendapatan sebesar Rp 369.328.840.854,95 jika PL tersebut diperbarui/diperpanjang.
BPK dalam hasil auditnya menilai BP Batam belum optimal dalam melakukan penagihan.
BPK merekomendasikan Kepala BP Batam agar menerapkan mekanisme pemantauan pelaksanaan kewajiban oleh penerima alokasi dalam kurun waktu sejak terbitnya PL hingga dilakukannya pembangunan fisik pada tanah, dan agar menetapkan mekanisme penanganan PL yang tidak dilakukan pembaruan hak oleh Penerima Alokasi.
Meski BPK sudah mengeluarkan “perintah”, namun BP Batam tak kunjung menjalankannya.
Hal itu diketahui kemudian sesuai tindak lanjut pemantauan BPK, di mana BP Batam belum menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Selain itu, berdasarkan data PL jatuh tempo tahun 2023 diketahui terdapat 58 PL induk yang belum ditetapkan kembali statusnya karena belum ada pengajuan status baru oleh pemegang alokasi tanah yang lama, dengan nilai perpanjangan UWT sebesar Rp 108,9 M.
Atas PL induk tersebut juga terdapat potensi penerimaan denda sebesar Rp 13,8 M lebih.
Lalu apa jawaban Direktorat Pengelolaan Pertanahan (DPP) BP Batam kepada BPK atas temuan piutang jumbo ini?
Dijawab begini sebaimana dikutip dari LHP BPK: Seksi Evaluasi dan Pengawasan DPP BP Batam belum melakukan pemantauan terhadap PL yang akan jatuh tempo.
Praktik yang selama ini dilakukan adalah DPP melakukan screening data atas PL yang telah jatuh tempo, melakukan pengecekan di lapangan untuk memastikan keadaan objek PL (terhuni atau tidak), dan memberikan pemberitahuan tertulis ditujukan ke alamat objek.
Namun demikian, karena keterbatasan personel, DPP belum melakukan survei terhadap seluruh PL yang telah jatuh tempo.
Dari hasil pemeriksaan dokumen secara uji petik terhadap 18 nomor PL yang telah jatuh tempo di tahun 2023, hanya 2 dari 18 nomor PL (11,11%) yang telah dikonfirmasi oleh BP Batam.
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas data alokasi PL dari Subdirektorat Pengendalian menunjukkan bahwa pada Perumahan Sukajadi Kota Batam terdapat 1.279 PL. Dari sejumlah PL tersebut, 865 PL statusnya masih aktif sedangkan 414 PL seluas 146.173,41 m2 statusnya telah jatuh tempo sejak tahun 2002 s.d. 2022 namun belum dilakukan proses perpanjangan alokasi oleh pemilik PL dan belum ditetapkan status pengakhirannya.
Kepala Subdirektorat Pengendalian menjelaskan bahwa penetapan status pengakhiran lahan yang jatuh tempo tersebut belum dilakukan karena lokasi belum disurvei.
“Belum disurvei, alamak…” kata Panahatan advokat muda ini dengan ekspresi terheran.
Untuk memastikan temuan total piutang temuan BPK ini, BatamNow.com tak dapat mengonfirmasi Direktur Pengelolaan Pertanahan Ilham Eka Hartawan, pasca penggeledahan ruangan arsip kantornya pada Agustus lalu
Catatan redaksi media ini, meski menjadi temuan BPK, digeledah Polresta Barelang dengan mengacak-acak ruang arsip Direktorat Pengelolaan Pertanahan (Ditlahan), pun dengan memeriksa Direktur Lahan BP Batam Iham Eka Hartawan bersama 11 stafnya oleh penyidik, namun semua bak anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. (red)