BatamNow.com – Sengkarut pengelolaan lahan di BP Batam, satu kondisi yang sudah menjadi pergunjingan publik selama ini, mirip dengan pengelolaan air minum yang bermasalah.
Saking riuhnya masalah lahan, dugaan mafia lahan di pusaran pengalokasian tanah di BP Batam sudah lama mencuat meski diibaratkan dengan kentut.
Bukti karut-marut pengelolaan lahan itu selain perkara-perkara yang menggelinding ke Pengadilan Negeri dan PTUN juga tercermin dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan BP Batam di tahun 2022.
Temuan BPK membeber banyak tanah terlantar di Batam dan belum sepenuhnya dapat diverifikasi oleh Direktorat Pengelolaan Pertanahan BP Batam.
Kondisi itulah yang membuat potensi pendapatan dari Uang Wajib Tahunan (UWT) lahan sebesar Rp 369 miliar, tak tertagih atau berpotensi “boncos“.
Munculnya potensi kehilangan pendapatan dari UWT itu “diteropong” dari alokasi tanah yang jatuh tempo masa pakai atau hak sewa telah habis masa berlaku yang jatuh tempo pada Desember 2022.
Temuan BPK itu merinci terdapat 1.347 Penetapan Lokasi (PL) atas tanah seluas ±289 hektare yang belum dilakukan perpanjangan hak penggunaan lahan.
Menurut BPK, alasan BP Batam tak dapat dengan segera mengeksekusi lahan terlantar untuk mengoptimalkan pendapatan UWT karena Kepala BP Batam belum menetapkan aturan yang jelas terhadap lahan yang diperpanjang dan diperbaharui izin alokasinya.
Disebutkan dalam temuan itu, penyebab lain juga karena Direktur Pengelolahan Pertanahan BP Batam belum optimal mengoordinasikan, mengevaluasi, mengawasi dan mengendalikan penggunaan alokasi tanah yang sudah jatuh tempo dan alokasi tanah yang terindikasi terlantar.
Sengkarut masalah lahan di Batam yang tercermin dari temuan BPK pada LHP tahun 2022 yang di-publish tahun 2023.
Rerata pada laporan pemeriksaan buku LHP BPK yang disaji setiap tahun, tak lepas dari halaman-halaman berbagai permasalahan lahan
Ada alokasi tanah (lahan) sudah habis masa berlaku hak sewanya tapi belum diperpanjang, ada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam, ada pejabat lahan yang tidak optimal dan berbagai mekanisme yang bermasalah.
Catatan redaksi BatamNow.com, ekses negatif dari sengkarut lahan, berkecamuk berbagai konflik di tengah masyarakat yang selama ini diduga dipicu oleh pengadministrasiannya amburadul dengan berlatar belakang dugaan kepentingan “cuan” yang sangat seksi bagi oknum pejabat dan pihak-pihak terkait lahan. (tim)