BatamNow.com – Belakangan ini beberapa keluhan para pencari keadilan di PN Batam mencuat dan menyeringai.
Mereka menunjukkan kekecewaan subjektifnya karena merasa tidak mendapat keadilan dari para hakim yang mengadili perkara mereka.
Bahkan, isu dan tudingan “sogok” di balik beberapa putusan perkara di PN Batam itu menggelinding dan sampai disuarakan pihak yang merasa kecewa.
Persidangan putusan perkara Roma Nasir Hutabarat yang disidangkan majelis hakim dipimpin Benny Yoga Dharma, dengan anggotanya David Sitorus dan Monalisa Anita Theresia Siagian, menjadi bagian dari yang dikecewakan para pencari keadilan itu. Kini “digugat” lagi. Menjadi heboh dan mendapat sorotan publik.
Penyebabnya karena Roma Nasir Hutabarat, Direktur PT Batam Riau Bertuah pengembang ruko Bida Trade Center (BTC) divonis lepas dari segala tuntutan pidana atau dijatuhi putusan onslag van rechtavervolging.
Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Roma Nasir melakukan tindak pidana penipuan.
Dalam amar putusan majelis hakim, Roma Nasir dinyatakan tidak terbukti memenuhi unsur tindak pidana, namun lebih ke perkara perdata atau sehingga membebaskannya dari segala tuntutan hukum.
Para korban yang melaporkan Roma Nasir Hutabarat pun menjerit setelah mendengar putusan yang mereka nilai tak adil.
Suara jeritan hati para pencari keadilan itu pun melengking. Dan bergema di ruang pengadilan.
Bukan hanya putusan hakim pemicunya, tapi saat proses persidangan putusan perkara itu pun mereka mengaku diganggu aksi premanisme yang mereka tuding terjadi pembiaran.
Mereka pun ‘menjerit’. “Kenapa kami sebagai masyarakat yang sangat menduga-duga hakim tadi contoh saya mulai dari sidang sampai putusan kemarin PN Batam sudah terjadi premanisme di situ tidak ada penanggulangan, saya sendiri sebagi korban yang sangat berkepentingan di persidangan diusir, sedangkan premanisme di situ dibiarkan, ada apa sebenarnya ini apa etika macam ini,” keluh Sapri Hendri dengan ekspresi yang bergelora dan bersemangat menyampaikan keluh kesahnya.
Sapri Hendri salah seorang dari para pencari keadilan yang sebelumnya melaporkan Roma Nasir ke kepolisian.
“Ini rumah negara saya mohon, kami bukan pencuri buk dan kami bukan penodong, kami korban di sini yang berhak masuk ke ruang sidang tetapi kenapa kami diusir premanisme lalu dibiarkan saja, kalau memang mau diusir, diusir saja semua jangan mereka dibiarkan di situ, jadi semalam saya sangat menggigil buk, kawan saya dipukul saya tidak terima, sampai titik darah terakhir saya akan perjuangkan ini, itu yang saya minta sama PN Batam, kami adalah rakyat kecil,” jerit Sapri Hendri di hadapan Wakil Ketua PN Batam, Tiwik dan Juru Bicara II PN Batam Welly Irdianto, Selasa (14/05).
Dilapor KY, KPK dan Mohon JPU Terbitkan Memori Kasasi
Pada Selasa (14/05/2024), para konsumen PT BTC yang belum dapat menerima amar vonis majelis hakim, lagi-lagi mendatangi gedung PN Batam untuk menyampaikan keluhan dan protes mereka secara terbuka, pasca putusan dalam sidang sehari sebelumnya.
Mereka diterima perwakilan dari PN Batam Tiwik dan Welly Irdianto Humas PN Batam, di ruangan Media Center PN Batam.
Dimediasi Petra Tarigan selaku Direktur Mediator Dewan Mediator Indonesia Wilayah Kepri, rombongan konsumen yang merasa ditipu itu menyampakan potesnya di hadapan pihak PN Batam.
“Kami akan Eksaminasi amar putusan majelis hakim ke MA agar dua majelis hakim itu (Benny Yoga Dharma dan David Sitorus) di moratorium untuk dibebas tugaskan sebagai hakim di Batam, agar tidak terjadi putusan-putusan seperti ini, ini sangat merugikan,” ujar Petra Tarigan.
Selain tak menerima putusan majelis hakim itu, para konsumen pun berencana akan melaporkan majelis hakim yang mengadili perkara tersebut ke Komisi Yudisial (KY). Dan juga ke lembaga antirasuah KPK.
“Secara subjektif akan melaporkan ke Komisi Yudisial atas dasar kejanggalan putusan bebas, walaupun sudah dissenting opinion (DO),” jelas Petra Tarigan.
Selain akan melaporkan ke KY mereka juga akan memohon ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, agar menerbitkan memori kasasi.
“Kami akan bermohon ke Kejari Batam untuk menerbitkan memori kasasi tembusan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dasar putusan bebas yang dilakukan Onslag, karena kita tidak bisa upaya banding akan tetapi masih ada upaya hukum,” jelas Petra.
Mereka juga akan melaporkan putusan ini ke Inspektorat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena, menurut mereka, ada kejanggalan.
“Kami juga akan menyurati dan bermohon ke Inspektorat KPK, karena bagi kami ada kejanggalan atas putusan hakim, biarlah KPK akan melihat, saya tidak akan mengatakan ada unsur-unsur, biarlah KPK yang akan memeriksa,” ujar Petra.
Setelah para perwakilan para korban selesai menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap putusan hakim, kemudian menyusul Welly Irdianto sebagai humas PN Batam memberi tanggapannya.
“Mengenai subtansi putusan, ketua dan wakil pun tidak bisa intervensi atas keputusan hakim, ketika ketua mendistribusikan perkara tidak ada hak untuk ikut campur, mesti di putus apa yang tidak diputus,” jelas Welly.
Ditambahkan Welly, “Terhadap putusan kemarin salah atau benar, adil atau tidak adil, harus melalui putusan pengadilan yang lebih tinggi pula untuk yang mengatakan itu tidak benar dan tidak adil, mengenai putusan kemarin karena putusannya onslag maka upaya hukumnya adalah kasasi, untuk bapak dan ibu sebagai korban, yang mewakili kan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa ibu bapak minta pun pasti kasasi,” jelas Welly. (A/red)