BatamNow.com – Belakangan ini BP Batam secara gencar memperingatkan keras para pemilik alokasi lahan terlantar agar segera merealisasikan pembangunannya.
Bahkan BP Batam dalam publikasinya telah mencabut beberapa alokasi lahan yang tak kunjung dibangun penerima alokasi mesti sudah mendapat peringatan keras.
Pantauan BatamNow.com, terlihat secara kasat mata di lapangan, beberapa eks lahan terlantar yang sudah dikebut pembangunanya oleh penerima alokasi
Namun tak kalah banyak juga hamparan lahan terlantar yang masih kosong melompong bagaikan lapangan sepak bola.
Sejurus dengan kebijakan pencabutan di pusaran lahan terlantar, isu miring berseliweran.
Ada yang menuding ”pedang” kebijakan pencabutan lahan itu seperti tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Sumber BatamNow.com menyebut beberapa contoh lahan yang urung dicabut karena pemilik alokasi lahan punya beking kuat dari Jakarta.
Isu “UWS (uang wajib setor-fee)” jauh lebih mahal dari tarif Uang Wajib Tahunan (UWT), pun menyeruak. Baik itu untuk lahan baru apalagi pengalokasian lahan yang dicabut.
Bagaimanapun berbagai isu yang mencuat ini belum terkonfirmasi dan terverifikasi kepada para pihak.
Namun gambaran sengkarut lahan terlantar di Batam dapat bercermin dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap laporan keuangan BP Batam.
Sebagai contoh temuan BPK pada LHP tahun 2022 melaporkan kelemahan sistem pengendalian internal dalam penyelenggaraan pengelolaan pertanahan pada Direktorat Pengelolaan Pertanahan BP Batam.
BPK dalam temuannya juga melaporkan, BP Batam belum sepenuhnya memverifikasi seluruh tanah terlantar.
Bahkan, Kepala BP Batam belum menetapkan aturan secara jelas terkait tindakan yang diambil atas tanah yang tidak diperpanjang atau diperbaharui.
Tumpang tindih Penetapan Lokasi (PL) mewarnai laporan LHP itu. Kasus tumpang tindih lahan pun banyak bergulir ke pengadilan.
Temuan lain BPK terjadi di 1.347 titik Penetapan Lokasi (PL) seluas ±289,97 hektare yang dialokasikan dan habis masa berlakunya sejak tahun 1991 hingga 2022, namun belum diperpanjang.
Padahal dari kepastian perpanjangan penggunan lahan terbangun yang UWT-nya jatuh tempo berpotensi kehilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 369,32 miliar, jika perpanjangan tak segera direalisasikan.
Ada lagi atas rekomendasi BPK, setelah Direktorat Pengelolaan Pertanahan BP Batam melakukan inventarisasi, masih didapati tanah terlantar seluas ±503 hektare atas 158 Penetapan Lokasi (PL) yang terlantar selama 20 hingga 30 tahun sejak hari pengalokasian lahan.
Bagaimana mungkin, misalnya, tanah yang dialokasikan tahun 2000 dan 2001, namun hingga 2022 masih belum dibangun sehingga menjadi tanah terlantar dan tak dicabut sebagaimana dilaporkan BPK.
Padahal sesuai Peraturan Kepala (Perka) BP Batam No 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Pertanahan, bila dalam 3 tahun sejak pengalokasian tanah tidak dimanfaatkan, lahan tersebut dapat diinventarisasi menjadi tanah terlantar.
Tentang temuan di pengalokasian lahan, banyak yang disebut tak sesuai dengan Perka BP Batam.
Malah ada proses pengalokasian lahan kawasan Agribisnis yang bermasalah yang disebut tak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 155/PMK.06/2020, tentang pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN). (Mengenai masalah sewa lahan Agribisnis di Sei Temiang ini akan dilaporkan pada edisi selanjutnya)
Contoh lain karut-marut di pusaran lahan, ada pemilik alokasi lahan di Batam Center yang tidak dikembangkan sesuai perjanjian sampai dua dekade sejak pengajuan PL atas nama PT JPK seluas 27.659 meter2 (2,76 hektare) dan atas nama PT BBN seluas 100.000 meter2 atau 10 hektare.
Ada lagi alokasi lahan pada tahun yang sama yang menjadi temuan BPK, dimana disebut surat peringatan dari BP Batam dikembalikan ekspedisi surat, entah di benua mana sang pemilik alokasi. Lantas BP Batam hanya memasang plang pengumuman tentang status lahan itu.
Banyak alasan yang dikemukakan BP Batam di balik sulitnya menuntaskan lahan terlantar itu sebagaimana dalam LHP BPK.
Semisal alasan tidak ada akses jalan menuju lokasi, PL yang tumpang tindih, pemilik PL tak menjawab surat peringatan dan sebagainya.
Catatan redaksi BatamNow.com, beragam kasus di balik pengalokasian lahan hingga sampai menimbulkan kegaduhan di lapangan dan sampai mengeluarkan biaya tak sedikit dalam upaya penertibannya.
Isu mafia lahan di BP Batam tak lekang dari pergunjingan publik di pusaran tudingan kesemrawutan pengelolaan tanah di BP Batam.
Bahkan isu yang semakin menggelinding di balik kebijakan kekinian penertiban tanah terlantar itu, menukik pada dugaan kepentingan ptaktis oknum pejabat tertentu dan bahkan diduga terjadi tebang pilih.
Kalau hal ihwal di atas benar?
“Gokil banget,” kata Firdaus SSos, pemerhati Kota Batam. (red)