BatamNow.com – Salah satu poin perjanjian KSO antara PPK BP Batam dan perusahaan kontraktor pendalaman kolam Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar yang mangkrak itu, yakni tentang uang jaminan pelaksanaan.
Dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada LHP laporan keuangan BP Batam tahun 2022 yang dirilis Mei 2023, uang jaminan pelaksanaan proyek sebesar Rp 3,7 miliar lebih, tampaknya, tak jelas rimbanya saat akan dicairkan.
Diterangkan dalam LHP itu, saat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari BP Batam hendak mencairkan jaminan pelaksanaan melalui Bank BRI Kantor Cabang Batam Center sebagai bank penerbit, konfirmasi pihak bank tak menemukan catatan pengiriman.
“Bank BRI Cabang Batam Center melalui surat nomor B.1272/KC.XVII/ADK/05/2023 tanggal 17 Mei 2023 tentang keabsahan Bank Garansi menyatakan jaminan pelaksanaan Nomor 03220230428059xxx sebesar Rp3.775.330.694,57 yang dikirimkan BP Batam tidak tercatat (tidak ditemukan) dalam sistem Bank BRI,” begitu dikutip dari laporan BPK itu.
BPK menyebut, BP Batam tidak memperoleh kepastian penerimaan yang berasal dari pencairan jaminan pelaksanaan sebesar disebut di atas.
BPK merekomendasikan kepada Kepala BP Batam yang kini dijabat Muhammad Rudi agar menginstruksikan Direktur Infrastruktur Kawasan untuk menagih dan menyetorkan pengganti jaminan pelaksanaan ke kas BP Batam sebesar Rp 3,7 miliar lebih.
Apakah wujud uang jaminan pelaksanaan ini sudah ditemukan atau raib?
Direktur Badan Usaha (BU) Pelabuhan BP Batam Dendi Gustinandar dan Kabiro Humas BP Batam Ariastuty Sirait, kompak bungkam, tak merespons konfirmasi redaksi BatamNow.com.
Sementara sumber di pihak perusahaan penyedia (kontraktor) mengaku masih punya sisa tagihan atas pekerjaan pengerukan dasar kolam dermaga itu. “Tagihan kami sebesar Rp 4 miliar tidak kunjung dibayar hingga sekarang, padahal, kami ketahui bahwa pembayaran telah dilakukan dari kas BP Batam,” kata seorang pekerja di salah satu KSO yang terlibat sebagaimana dikutip dari Owntalk.co.id.
Menyinggung pengenaan status daftar hitam untuk PT Marinda Utamakarya Subur, menurut salah satu pimpinan di perusahaan itu, Adi Saelani, pihaknya tidak menerima pemutusan kontrak sepihak yang dilakukan oleh BP Batam.
Ketua DPP Kepri LI-Tipikor dan Hukum Kinerja Aparatur Negara, Panahatan SH, angkat bicara.
Ia meminta aparat penegak hukum (APH) mengusut dugaan “korupsi” di pusaran pelaksanaan proyek ini. “Ini kan temuan BPK, jadi APH sudah punya bukti permulaan adanya dugaan korupsinya,” ujarnya.
Diberitakan BatamNow.com secara bersambung tentang kasus serius di proyek pendalaman kolam Dermaga Utara Pelabuhan Batu Ampar.
Proyek itu gagal dan dermaga tersebut tak dapat disinggahi kapal berbobot 35.000 DWT. Kontrak pengerjaan proyek revitalisasi itu sudah dihentikan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sejak 10 Mei 2023.
Proyek tersebut dimulai 11 Oktober 2021, dengan target awal masa kontrak 390 hari. Kenyataannya dikerjakan sampai 577 hari, dan dengan 8 kali addendum. Hingga akhirnya PPK BP Batam memutus kontrak dengan pihak penyedia yang dinilai lalai atau cedera janji (wanprestasi).
Dalam pelaksanaan proyek gagal itu, telah pula BP Batam menggelontorkan biaya sebesar Rp 65,5 miliar dari hampir Rp 81 miliar pagu anggaran.
Menurut konsultan supervisi PT Ambara Puspita, DKI Jakarta, final quantity proyek itu baru mencapai 90,62 persen.
“Proyek tak mencapai sasaran, uang sudah tenggelam di dasar kolam dermaga, ini harus diusut tuntas dan akan kami kawal terus,” kata Panahatan. (red)